Kalau Nggak Jadi Bumil, Aku Nggak Akan ….

12:07 AM

Kalau nggak jadi bumil, aku nggak akan tahu rasanya menjadi calon ibu. 



Halo semua, kenalkan aku Vindiasari. Sudah lama tidak menyapa blog kesayangan karena belakangan fokus pada kehidupan. Tak pernah menyangka bahwa akhirnya mendapat amanah dari Tuhan, yakni hamil. Ini salah satu alasan mengapa aku jadi jarang nulis di blog. Jadi mari aku ajak kalian untuk melihat sekilas kehidupanku selama jarang nulis.


Main ke Makassar. 

Tahun lalu, aku dan suamiku (ceilah akhirnya bisa menyebur suami) bertandang ke Kota Daeng. Rasanya seperti menemukan serpihan kenangan lama, naik pesawat, traveling, tidak pandemi, dan tentunya punya pengalaman baru. 

Berkunjung ke Makassar jadi momen pertama akhirnya naik pesawat lagi setelah pandemi Covid-19. Kami cuma beberapa hari di sana, mengunjungi spot ikonik sendiri seperti Pantai Losari, Masjid 1000 Kubah, Benteng Rotterdam, hingga mencicipi kuliner khasnya, yakni Coto Makassar, Mie Titi. 


Nggak sadar kalau hamil

Awal tahu hamil karena mamaku bertanya, udah mens belum? Pas saat itu emang waktunya menstruasi, tapi belum datang. Aku masih santai aja jawabnya, “belum, bentar lagi mungkin.” Ternyata haid yang ditunggu nggak muncul setelah semingguan. Akhirnya coba beli testpack dan hasilnya dua garis dengan salah satu garisnya samar. Pikirku saat itu, “oh ya nggak hamil sih kayaknya. Soalnya garisnya tipis banget.” (Bukan denial ya, emang yakin nggak hamil). 

Aku kirim hasil test ke suamiku. Saat itu kami masih LDR, suami pun terlihat lebih santai dan menyarankan untuk tes keesokan harinya. Respons suami nih nggak seperti mas mas di video yang isinya istri kasih kejutan kehamilan atau reveal pregnancy. Ternyata ada alasan di balik respons santainya. 

Selama beberapa hari, aku melakukan tes dan hasilnya dua garis terlihar makin menebal. Pada akhirnya daripada ragu hamil atau tidak, aku dan suami berkonsultasi dengan dokter kandungan. Bagiku ke dokter kandungan bukan hal baru, sebelum menikah, aku pernah ke dokter yang sama untuk mengecek kondisi rahim dan kesehatan reproduksiku. Aku pun telah melakukan vaksin HPV untuk mencegah virus kanker serviks. Jadi belajar kesehatan reproduksi emang jadi fokus utama sebelum menikah.

Kembali ke konsultasi dokter kandungan. Setelah dilakukan USG, dokter memberikan petunjuk dan gambaran rahimku. "Selamat ya, ibu dan bapak. Ini terlihat kantung janin, namun masih belum terlihat jelas. Kalau dilihat usianya sudah 5 minggu," kata dokter menjelaskan.

Mendengar penjelasan dokter, batinku beradu dan saling mempertanyakan realita yang terjadi. Seperti kehabisan kata-kata bahwa Alhamdulillah aku hamil. Ada calon anakku di perut dan sudah berkembang. Ini beneran hamil? Kok kayak nggak kerasa kalau hamil. 

Setelah tahu hamil

Setelah hamil, aku jadi makin belajar mengenai perubahan tubuhku. Mencari tahu do and don'ts dan ilmu-ilmu kehamilan. Awal hamil, aku mengalami morning sickness. Badan rasanya seperti orang masuk angin, mual, muntah. MashaAllah... Napsu makan longsor, tapi herannya bobot naik🤣 

Alhamdulillah, trimester pertama berhasil dilalui. Rasa mual muntah sudah berangsur menurun dan napsu makan naik. Jadilah makan ini dan itu, nggak takut gemuk. 

Trimester dua, badan udah lebih enak untuk beraktivitas. Akhirnya aku mulai berolahraga, baju yang awalnya ukuran S, saat hamil jadi L atau XL. Agak syok karena baju, celana nggak ada yang cukup. Lalu ibu mertua dan mama inisiatif membelikan atau memberiku daster. Seneng bangeeeet karena cukup nyaman apalagi hamil bawaannya gerah.

Olahraga yang aku ambil khusus ibu hamil di antaranya yoga, jalan kaki, sama warming up body atau pendinginan badan. Asli jadi bumil nih badan gampang linu dan pegel-pegel. Mager juga jadi pekerjaan rumahku saat hamil. Mau ngapa-ngapain kayak udah nggak punya tenaga. Inginnya goleran aja~ 

Eiiits, nggak boleh mager jadi bumil. Apalagi saat itu kondisi janin masih sungsang alias kepala adek bayi (aku memanggil anakku ketika dalam perut) masih di atas. Fyi, kalau ingin lahiran normal atau pervaginam, salah satu syaratnya adalah posisi kepala bayi sudah di bawah atau siap menuju jalan lahir. Lalu apa yang dilakukan? Tentu saja memberikan afirmasi atau ngobrol sama adek supaya berputar posisi. Surprisingly, ngobrol sama bayi di perut itu NGARUH. Huuuuu keren banget keajaiban Allah SWT. Nggak cuma itu, aku juga rutin melakukan yoga dan gerakan-gerakan khusus untuk membantu bayi mengubah posisinya. 

Saat hamil, alhamdulillah tidak ada masalah besar. Hanya ada beberapa kondisi di mana aku akhirnya tumbang. Puncaknya dibawa ke IGD. Ternyata aku asam lambung. Rasanya MashaAllah, sakiiiiiit dan lemes banget. Untung nggak butuh waktu lama buat pulih. Adek bayi pun sehat. 

Selama hamil, aku rutin mengonsumsi air kelapa dan kacang hijau. Dua makanan dan minuman tersebut sangat membantuku memenuhi gizi bumil. Nggak lupa mengonsumsi asam folat dan vitamin bumil lainnya. 

Kalau nggak jadi bumil, aku nggak bakal tahu rasanya tiap hari terasa berat untuk bergerak dan berjalan. Bobot yang semakin meningkat menjadi pemicunya. Ada tiap hari telapak kaki terasa keram dan pegal-pegal. Punggung rasanya minta dikretekin, gerah seharian, dan pengap. 

Di balik keluhan fisik, ternyata ada banyak momen berkesan selama hamil. Sejak tahu hamil, aku menerapkan mindset, pengalaman dan rasa yang setiap waktu kujalani hanya akan aku rasakan sekali seumur hidup. Aku boleh merasa tidak nyaman, namun perasaan itu nantinya pasti akan jadi kenangan dan cerita pengalaman yang tak akan terlupakan, atau justru jadi yang dirindukan. 

Hamil membuatku semakin kagum akan kuasa Tuhan. Aku jadi tahu rasanya ditendang bayi dari perut, jadi tahu rasanya perubahan fisik manusia dan perkembangan janin itu unik banget. Makin bersyukur diberi kesempatan mengandung. Dulu selalu penasaran, kira-kira aku bisa hamil nggak ya? Apakah aku bisa melahirkan? Apakah aku akan melahirkan normal atau operasi caesar? Dan 1001 pertanyaan penasaran di kepala. 


Terima kasih Tuhan untuk segala nikmat yang Engkau berikan padaku. Terima kasih Tuhan telah melahirkan dan menciptakan anak baik seperti anakku. Terima kasih anakku, telah memilihku untuk menjadi mamamu. Kamu adalah salah satu alasanku bersyukur karena kehadiranmu bisa membuatku berhenti mengonsumsi obat-obat antidepresan. Mama sayang adek, adek sayang mama. Love you 😘 

You Might Also Like

0 comments