"Semoga tahun 2020 dipenuhi dengan kejutan baru yang membahagiakan ya! Aamiin!"
Harapan yang pernah ku tulis pada unggahan pertama di tahun 2020. Harapan yang sepertinya jauh di luar kata membahagiakan tapi benar bagian dipenuhi kejutan baru. Harapanku tak sepenuhnya salah~
foto: unsplash |
Mengapa aku menyebutnya beriringan? Tentu bukan asal memilih kata, melainkan ada makna di dalamnya. Aku dan kamu sama-sama lahir di tahun shio Anjing. Bedanya ya zodiak kita yang terpaut beberapa bulan lahir.
Zodiakmu apa? Tanyaku lewat WhatsApp.
Kamu nggak menjawab dengan menyebut salah satu zodiak. Aku pun harus Googling sendiri hmm.
Kembali pada kata beriringan. Bisa dibilang aku dan kamu telah mengenal cukup lama, hampir sembilan tahun. Wow banget nggak si~
Lucu ya kalau diingat-ingat, selama itu jarang banget ada momen bareng, foto bareng yang bener-bener ada kitanya. Heran juga napa bisa kayak sekarang.
Kalau diflashback sepertinya ada momen-momen yang justru jadi berkesan. Soal sesuatu yang dikeluhkan lewat telepon antarpulau dan tragedi kursi patah saat telepon. Kalau keinget masih ngakak wey. Mana kepikiran bakal kayak gini😂
Ceritamu soal hidup di ibu kota beberapa tahun silam yang kalau diingat sekarang—komentarmu pasti.
“Eh masak aku cerita sama kamu?”
Ya aku pun nggak tahu. Kan aku nggak maksa juga buat kamu cerita.
Belum lagi mengulik momen pertama kali bertemu. Yang kamu ingat soal aku👌 Thanks lho udah inget. Maafkan aku yang nggak punya memori pertemuan pertama kita ya.
Makasih juga sudah mengamatiku sejak lama. Tsaaah~ Ya, aku dan kamu memang tumbuh beriringan. Aku dengan jalanku dan kamu dengan pilihanmu. Tapi lucu juga ada aja yang bikin bisa ketemu.
Semoga aku dan kamu tetap tumbuh beriringan dengan kebaikan masing-masing. Jangan pernah berhenti meminta pada-Nya. Terima kasih bijaksana, ya.
Terima kasih sudah mau menjadi partner buat belajar kehidupan. Semoga kita tumbuh jadi lebih baik lagi yaa.
Makasih hari ini.
Makasih udah baca ini.
Makasih dan maaf untuk semua yang telah dilalui bersama.
Letters Projects: Pesan dari seseorang Gemini untuk manusia yang bertambah usianya
Cerita Vindia 12:00 AM
Teruntuk, diriku yang sekarang.
Hai Vindiasari! Apa kabar? Semoga selalu sehat dalam lindungan-Nya. Aamiin...
Tahun 2020 seharusnya jadi tahun penuh ambisi ya. Aku ingat betul, kamu pernah menuliskan semangatmu menyambut tahun ini. Sayangnya Tuhan punya rencana lebih baik dari rencanamu. Aku tahu dalam hati kecilmu pasti menyayangkan hal tersebut. Tapi aku percaya, kamu akan lebih rasional dan mensyukuri setiap detik dan momen yang terjadi hingga sekarang.
Misalnya soal Ramadan dan puasa. Kamu ingin ibadahmu lebih khusyuk tanpa kegiatan duniawi. Eh siapa sangka, Tuhan kasih jalan di puasa kali ini. Kamu sebulan penuh berada di rumah, kan? Gimana lebih rajin ibadah pastinya. Nggak ada alasan buka bersama, kelelahan shift malam dan lain-lain.
Satu lagi, kamu ingin memanfaatkan waktu lebih banyak di rumah untuk istirahat. Keinget omelanmu tiap kelelahan perjalanan pulang pergi. Sekarang kamu zero kilometer, nggak lagi capek. Seneng dong?
Lain halnya dengan target dan harapanmu untuk lebih sehat dan rutin olahraga. Aku ingat betul, kamu sampai bikin highlight sebagai pengingat momen-momen workout. Saat pandemi sekarang, kamu jadi makin lebih semangat olahraga kan? Udah mencoba seminggu buat jalan kaki 10ribu langkah. Gimana? Keinginanmu kali ini terwujud juga kan?
Jarang bisa kumpul bareng keluarga karena kesibukan akhirnya sekarang bisa setiap hari kumpul bareng keluarga. Nikmat mana yang kamu dustakan?
Dalam hal pertemanan pula, kamu jadi tahu siapa teman dekatmu yang tanpa bertemu pun mereka tetap ada. Mereka selalu bisa menempatkan posisi untukmu. Termasuk seseorang yang rajin memberikan kabar tanpa meminta. Orang yang selalu meminta untuk mengucapkan kata pamungkas di akhir obrolan. Terima kasih udah mau menemani Vindi yang cuek dan keras kepala ini~
Hai Vindiasari, terima kasih untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Ingin tahu banyak hal baru, tidak takut mencoba meskipun masih harus diberanikan lagi. Terima kasih untuk selalu beradaptasi dengan keadaan yang ada—entah itu depresi atau membahagiakan.
Terima kasih karena kamu berada di lingkungan yang menyayangimu. Meskipun kamu tahu, sedih dan kecewa sering muncul tanpa sengaja. Kamu tetap menerimanya. Belajarlah untuk menerima kenyataan tersebut. Beranilah untuk merasakan perasaan tidak nyaman. Jangan dipendam dan dirasakan sendiri. Kamu ingat, kamu tiba-tiba menangis dan menyetel lagu sedih—kamu menikmati kesedihan sambil menelepon temanmu untuk bercerita.
Temanmu bilang, kamu lagi denial ya! Tolong vin, jangan begitu lagi ya~ Nggak enak, kan?
Selamat ulang tahun, Vindi sayang!
Semoga usiamu kali ini semakin diberkahi, diberi kemudahan dalam menjalani hidup, dikuatkan, diberi kesehatan, rahmat, dan rezeki berlimpah. Aamiin ya rabbalalamin.
Teruntuk keluarga, partner, sahabat, teman, dan orang-orang yang bersinggungan denganmu. Semoga mereka juga mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat. Aamiin
Dariku, Vindiasari.
Selang satu jam berita rilis, nambah tiga orang yang meninggal. Lalu muncul nama coronavirus yang disebut jadi pemicunya. Saat itu Indonesia kayaknya masih santai dan woles yaaa. Nah mulailah keparnoan sejak kasus di Wuhan merebak dan Indonesia serasa santai banget dan jumawa nggak bakal kena deh Indonesia. Hmmmm well see ya sekarang ujungnya bagaimana~
Beberapa informasi ku peroleh alasan mengapa orang Indonesia secara garis besar ngeyel dan denial soal virus corona. Cek selengkapnya di Podcast Kejar Paket Pintar episode ini ya.
Setelah dua bulan dari kasus pertama diumumkan di Indonesia, udah mulai adaptasi dengan new life and activity ya~ Kalau berita-berita sekarang menyebutnya new normal life.
New normal life, welcome.
Beberapa kali baca berita soal new normal life. Isinya kurang lebih menyebutkan kalau pandemi ini mengubah seluruh lini dunia, termasuk kebiasaan kita. Yang paling kelihatan, dari manusia dengan aktivitas dan mobilisasi tinggi. Sekarang harus berdiam diri di rumah. Melakukan aktivitas sebisa mungkin di rumah.
Bagiku, rumah adalah tempat yang menyenangkan. Tapi lain halnya dengan bekerja dari rumah. Lokasi yang cukup pelosok membuat sinyal internet nggak mendukung. Selain itu, gawai pendukung bekerja juga mulai uzur. Tapi tapi aku tetap menjalani bekerja dari rumah dengan legawa.
Dari yang mulanya rindu bepergian dan macetnya jalanan, maklum dulu sebelum pandemi melaju kendaraan sekitar 21 km pulang pergi. Kebayang sekarang aktivitas itu jadi zero kilometer.
Pernah pas awal-awal kerja dari rumah, aku bercerita pada temanku.
“Kayaknya aku merasa pergi bekerja adalah hiburanku.”
Apakah aku se-workaholic itu? Tentu jawabannya tidak. Aku sedang masa adaptasi—transisi dari sibuk menjadi hanya di rumah dengan fase yang lebih slow.
Beberapa kali menangis karena keadaan dan kekhawatiran. Sampai mimpi liburan bareng partner ke Bali. Hahahaha ini gara-gara obrolan jelang tidur, besok setelah pandemi selesai mau ngapain?—sepertinya ya.
Bicara soal mimpi yang aneh-aneh selama pandemi, tenang guys! Udah ada penelitian yang meng-approve hal tersebut. Mimpi buruk ataupun merasa nggak bisa tidur selama pandemi adalah hal wajar. Itu salah satu efek dari pandemi. You can google it ya!
Apalagi ya yang berubah, yang awalnya kalau bosan pasti keluar rumah buat nonton, makan, belanja, sekarang harus putar otak. Cari kegiatan yang relaxing dan menyenangkan biar nggak stres dan bosan.
Pada akhirnya, aku tetap melakukan aktivitas biasa. Menyiram tanamanku, baca buku, nonton film dan series. Bedanya, sekarang aku punya tanaman baru. Aku impulsif tapi mikir keras buat beli bibit sayur dan media tanam (growing kit).
Selain itu, aku jadi install berbagai aplikasi virtual buat komunikasi dengan teman-teman di luar. Video call sesekali, ngobrol dan bicara ngalor-ngidul—menjadi aktivitas baru yang menyenangkan.
Ada lagi nih, ikutan langganan Netflix kembali. Karena merindukan “all around you” di bioskop. Akhirnya nonton Netflix dan langganan biar bisa download ataupun nonton kapan aja.
New normal life ini tampaknya akan berjalan cukup lama. Dengan segala prediksi kapan pandemi selesai. Aku pribadi menyakini ini bakalan lama. Dan pikiran tersebut membuatku terlihat pesimis ya—padahal aku mencoba realistis.
Logikanya gini. Virus baru, belum ada obat. Lalu peneliti cari info dan obat untuk mengobati hal tersebut. Penelitian butuh waktu lama. Belum ujicobanya, belum produksinya, belum vaksin penyebaran dan lain-lain.
Mimpi dan rencana 2020 sepertinya harus ditunda sampai waktu yang nggak diketahui.
“Aku sepertinya akan menurunkan segala ekspektasi dan rencanaku di tahun ini,” kata temanku lewat sambungan telepon.
Aku pun mengamininya.
Terima kasih pandemi corona, aku jadi belajar hal baru lagi. Walaupun sebenarnya nggak baru. Aku mencoba untuk menenangkan diri dan berusaha nggak kepikiran.
Cari kesibukan baru dan tentunya tetap bersyukur dengan keadaan baru—yang sebenarnya nggak baru-baru amat. Kenapa bisa bilang begitu? Banyak orang berpendapat—pendapat ahli di media. Kebanyakan bilang kalau ini bukan hal baru. Karena sebelumnya manusia pernah mengalaminya.
Kita udah sejauh ini berjalan, semoga kita tetap bertahan dan terus beradaptasi ya :)
Jangan lupa berterima kasih sama diri sendiri. Udah berusaha bertahan dan melewati ini semua. Kita semua lagi sama-sama fight dengan keadaan baru. Mari berusaha mengakali keadaan biar hati senang. Imun pun riang.
Ditulis pakai aplikasi di handphone. Jadi nggak bisa upload XOXO.
Hai.. hai balik lagi nulis di blog! Setelah sekian lama nggak nulis lagi. Well, sebenarnya udah beberapa kali buka dasbor blog. Namun ujungnya ditutup lagi karena terlalu banyak alasan. Mohon dimaafkan mumpung bulan puasa.
Eniwei, selamat puasa ya kalian! Semoga Ramadan kali ini penuh keberkahan meskipun di rumah aja. Beberapa waktu lalu, aku sempat menuliskan sesuatu soal kegelisahanku tentang corona yang mewabah di dunia Akan tetapi berakhir pada nggak usah diposting dah.
Oiya hari ini lebih dari sebulan, aku work from home atau WFH. Kebijakan kantor awalnya dinanti-nanti karena you know what-lah, corona bikin panik dan gelisah. Sementara aku masih ke mana-mana. Alhasil pas dapat kesempatan buat WFH sedikit kalem.
Kali ini nggak mau bahas detail WFH ya. Aku kali ini bakalan membagikan pengalaman seru di awal tahun 2020. Kalau dihitung-hitung, udah lima bulan lho~ Nggak ada kata terlambat ya!
Sebelumnya, aku pernah menuliskan perjalanan ke Solo di Instagram Story. Kamu bisa lihat di Instagramku @vindiasari. Aku udah bikin highlight soal jalan-jalan ke Solo. Cuma postingan kali ini dibuat sedikit effort biar meninggalkan jejak. Soalnya liburan terakhir udah ditulis, masak yang ini kagak.
Sekitar pertengahan bulan Januari 2020. Ada yang ngide, nanyain libur hari apa? Main yuk! Intinya begitu. Berhubung libur weekend dan katanya kalau libur weekend (tandanya diajakin ke luar kota)
Dari ngobrolin mau ke mana dan tak tahu arah. Akhirnya tercetus ke Solo. Kenapa Solo? Karena doi (yang ngajak) penasaran sama Tjolomadoe. Dia bercerita kalau kapan tahun, dia ditinggal keluarganya main-main ke Solo.
Akhirnya dia mengajak main ke Solo. Dari situ, aku jadi teringat ada museum baru di Solo. Akhirnya kepo-kepo singkat, kami pun merencanakan ke Museum Tumurun. Dua lokasi itu adalah tujuan awal. Sisanya, kami diskusi dan kalau ada waktu mampir.
Spoiler, kami ke Solo cuma sehari ya. Dari pagi sampai malam (literally-- karena kami ngikut jadwal kereta prameks). Kami memilih naik kereta karena si doi nggak mau capek karena malem sebelumnya baru sampai di Jogja. Ya aku mah mau-mau aja, dah lama nggak naik kereta. Lol
Kami berangkat dari Stasiun Lempuyangan Yogyakarta menuju ke Stasiun Purwosari. Selanjutnya, kami menuju ke lokasi pertama, yaitu Museum Tumurun. Sebelum ke Tumurun, kami sudah booking tiket. Nggak sembarangan pengunjung yang dateng bisa langsung masuk. Soalnya mereka punya sistem ticketing sendiri. Kamu bisa cek infonya di website resminya ya.
Nggak usah khawatir, harga tiketnya nol rupiah alias gratis. Siapa sih yang nggak suka gratis~ Kami menggunakan Gocar sebagai transportasi menuju museum. Nggak jauh dan cuma bentar langsung sampai. Kami pilih jam 10 atau 11 dan durasi keliling museum cuma dibatesin satu jam setiap sesi.
Selanjutnya, udah keliling-keliling museum. Terkagum-kagum dengan koleksinya, kami kelaparan. Pas banget jam makan siang juga. Akhirnya memutuskan untuk makan di warung sate Pak Manto. Saat itu, kami memilih menu tongseng dan sate. Lokasi warung sate dan museum cukup dekat, kami jalan kaki. Nggak sampai lima menit sampai :)
Seporsi sate atau tongseng dihargai Rp 50ribu. Lokasinya cukup ramai dan luas. Cocoklah buat makan keluarga. Soal rasa enak dan kenyang. Saat makan, kami juga lagi pesan tiket kereta pulang. Sungguh nggak prepare mau pulang jam berapa. Hahahaha.. Tapi akhirnya dapet tiket jam akhir, sekitar jam 19-an dari Stasiun Solo Balapan. Yaudahlah ya, berarti kami masih ada waktu sampai magrib buat jalan-jalan.
Udah kenyang, lanjut ke lokasi selanjutnya. Kami menuju Tjolomadoe. Lokasinya dari Tumurum lumayan jauh, kami naik Gocar lagi buat ke sana.
Kalau tiket museum gratis, tiket masuk Tjolomadoe cukup terjangkau. Hanya merogoh kocek Rp 35ribu, satu orang bisa masuk dan dapet snack dan minum. Tjolomadoe ini bekas pabrik gula, gedungnya terlihat khas gedung lama. Maaf ya fotonya nggak bisa detail karena fotonya kebanyakan di hape lama (dan nggak sempat kesimpan TT).
Kami cukup lama berkeliling di Tjolomadoe, mulai dari bagian dalam sampai ke luar gedung. Semuanya bagus buat foto-foto ataupun nambah info soal pabrik gula. Soal foto bagian luar, coba scroll ke atas ya! (apasih vin).
Lanjut nih, udah masuk waktu sore. Trus kepikiran mau ke mana lagi ya? Pulang dari Tjolomadoe akhirnya mampir ke The Heritage Palace (ini nggak ada di list karena emang nggak mau ke sana--aku sih). Tapi akhirnya malah ke sana karena nggak tahu mau ke mana~
Buat kamu yang suka selfie dan foto, sepertinya lokasi ini cocok. Buat masuk ke halaman tulisan The Heritage Palace harganya aku lupa. Nah lokasi ini dibagi ke dalam beberapa bagian, indoor dan outdoor. Kami cuma penasaran dan beli tiket outdoor doang. Buat info tiketnya, kepoin media sosialnya ya.
Hari makin sore pada akhirnya kami memutuskan ke Mie Ramen hits di Solo yang viral. Penjualnya orang Jepang asli katanya. Yaudah kami ke lokasi dan ternyata sedikit apes. Takoyakinya udah habis. Sisa ramen dan gyoza. Saran kalau mau jajan ke sana, mending pas jam buka awal-awal. Jangan sore-sore, pasti udah banyak yang habis.
Aku lupa jenis ramen apa -_- maaf ya, tapi gugling kalian pasti Soal harga affordable banget. Kalau bicara rasa, emang enak dan bikin kenyang. Sekitar jam magrib, kami balik ke stasiun. Lokasinya agak jauh di pinggiran Solo. Sementara waktu agak mepet buat menuju ke stasiun. HAHAHA AGAK PANIK TAPI CHILL.
Pada akhirnya nggak terlambat sampai stasiun dan kami berhasil sampai Jogja dengan selamat. Perjalanan pulang ditemani hujan dan ngantuk karena kelelahan sepertinya.
Terima kasih buat jalan-jalan serunya! Semoga bisa jalan-jalan lagi setelah corona ya!
See you :)
Eniwei, selamat puasa ya kalian! Semoga Ramadan kali ini penuh keberkahan meskipun di rumah aja. Beberapa waktu lalu, aku sempat menuliskan sesuatu soal kegelisahanku tentang corona yang mewabah di dunia Akan tetapi berakhir pada nggak usah diposting dah.
Oiya hari ini lebih dari sebulan, aku work from home atau WFH. Kebijakan kantor awalnya dinanti-nanti karena you know what-lah, corona bikin panik dan gelisah. Sementara aku masih ke mana-mana. Alhasil pas dapat kesempatan buat WFH sedikit kalem.
Kali ini nggak mau bahas detail WFH ya. Aku kali ini bakalan membagikan pengalaman seru di awal tahun 2020. Kalau dihitung-hitung, udah lima bulan lho~ Nggak ada kata terlambat ya!
Foto pakai Instax di Tjolomadoe. |
Sebelumnya, aku pernah menuliskan perjalanan ke Solo di Instagram Story. Kamu bisa lihat di Instagramku @vindiasari. Aku udah bikin highlight soal jalan-jalan ke Solo. Cuma postingan kali ini dibuat sedikit effort biar meninggalkan jejak. Soalnya liburan terakhir udah ditulis, masak yang ini kagak.
Sekitar pertengahan bulan Januari 2020. Ada yang ngide, nanyain libur hari apa? Main yuk! Intinya begitu. Berhubung libur weekend dan katanya kalau libur weekend (tandanya diajakin ke luar kota)
Dari ngobrolin mau ke mana dan tak tahu arah. Akhirnya tercetus ke Solo. Kenapa Solo? Karena doi (yang ngajak) penasaran sama Tjolomadoe. Dia bercerita kalau kapan tahun, dia ditinggal keluarganya main-main ke Solo.
Akhirnya dia mengajak main ke Solo. Dari situ, aku jadi teringat ada museum baru di Solo. Akhirnya kepo-kepo singkat, kami pun merencanakan ke Museum Tumurun. Dua lokasi itu adalah tujuan awal. Sisanya, kami diskusi dan kalau ada waktu mampir.
Spoiler, kami ke Solo cuma sehari ya. Dari pagi sampai malam (literally-- karena kami ngikut jadwal kereta prameks). Kami memilih naik kereta karena si doi nggak mau capek karena malem sebelumnya baru sampai di Jogja. Ya aku mah mau-mau aja, dah lama nggak naik kereta. Lol
Situasi stasiun sebelum kereta tiba. |
Kami berangkat dari Stasiun Lempuyangan Yogyakarta menuju ke Stasiun Purwosari. Selanjutnya, kami menuju ke lokasi pertama, yaitu Museum Tumurun. Sebelum ke Tumurun, kami sudah booking tiket. Nggak sembarangan pengunjung yang dateng bisa langsung masuk. Soalnya mereka punya sistem ticketing sendiri. Kamu bisa cek infonya di website resminya ya.
Nggak usah khawatir, harga tiketnya nol rupiah alias gratis. Siapa sih yang nggak suka gratis~ Kami menggunakan Gocar sebagai transportasi menuju museum. Nggak jauh dan cuma bentar langsung sampai. Kami pilih jam 10 atau 11 dan durasi keliling museum cuma dibatesin satu jam setiap sesi.
Penampakan dalam Museum Tumurun. |
Selanjutnya, udah keliling-keliling museum. Terkagum-kagum dengan koleksinya, kami kelaparan. Pas banget jam makan siang juga. Akhirnya memutuskan untuk makan di warung sate Pak Manto. Saat itu, kami memilih menu tongseng dan sate. Lokasi warung sate dan museum cukup dekat, kami jalan kaki. Nggak sampai lima menit sampai :)
![]() |
Dua makanan menggoda lidah~ |
Seporsi sate atau tongseng dihargai Rp 50ribu. Lokasinya cukup ramai dan luas. Cocoklah buat makan keluarga. Soal rasa enak dan kenyang. Saat makan, kami juga lagi pesan tiket kereta pulang. Sungguh nggak prepare mau pulang jam berapa. Hahahaha.. Tapi akhirnya dapet tiket jam akhir, sekitar jam 19-an dari Stasiun Solo Balapan. Yaudahlah ya, berarti kami masih ada waktu sampai magrib buat jalan-jalan.
Udah kenyang, lanjut ke lokasi selanjutnya. Kami menuju Tjolomadoe. Lokasinya dari Tumurum lumayan jauh, kami naik Gocar lagi buat ke sana.
Penampakan tiket. |
Kalau tiket museum gratis, tiket masuk Tjolomadoe cukup terjangkau. Hanya merogoh kocek Rp 35ribu, satu orang bisa masuk dan dapet snack dan minum. Tjolomadoe ini bekas pabrik gula, gedungnya terlihat khas gedung lama. Maaf ya fotonya nggak bisa detail karena fotonya kebanyakan di hape lama (dan nggak sempat kesimpan TT).
Penampakan bagian dalam museum. |
Kami cukup lama berkeliling di Tjolomadoe, mulai dari bagian dalam sampai ke luar gedung. Semuanya bagus buat foto-foto ataupun nambah info soal pabrik gula. Soal foto bagian luar, coba scroll ke atas ya! (apasih vin).
Tampak dalam yang dihargai tiket masuk.. |
Lanjut nih, udah masuk waktu sore. Trus kepikiran mau ke mana lagi ya? Pulang dari Tjolomadoe akhirnya mampir ke The Heritage Palace (ini nggak ada di list karena emang nggak mau ke sana--aku sih). Tapi akhirnya malah ke sana karena nggak tahu mau ke mana~
Buat kamu yang suka selfie dan foto, sepertinya lokasi ini cocok. Buat masuk ke halaman tulisan The Heritage Palace harganya aku lupa. Nah lokasi ini dibagi ke dalam beberapa bagian, indoor dan outdoor. Kami cuma penasaran dan beli tiket outdoor doang. Buat info tiketnya, kepoin media sosialnya ya.
Hari makin sore pada akhirnya kami memutuskan ke Mie Ramen hits di Solo yang viral. Penjualnya orang Jepang asli katanya. Yaudah kami ke lokasi dan ternyata sedikit apes. Takoyakinya udah habis. Sisa ramen dan gyoza. Saran kalau mau jajan ke sana, mending pas jam buka awal-awal. Jangan sore-sore, pasti udah banyak yang habis.
![]() |
Nggak punya foto proper pas makan ramen. Cuma ini doang yang ada di galeriku. |
Aku lupa jenis ramen apa -_- maaf ya, tapi gugling kalian pasti Soal harga affordable banget. Kalau bicara rasa, emang enak dan bikin kenyang. Sekitar jam magrib, kami balik ke stasiun. Lokasinya agak jauh di pinggiran Solo. Sementara waktu agak mepet buat menuju ke stasiun. HAHAHA AGAK PANIK TAPI CHILL.
Lempuyangan pas di ruang tunggu. |
Pada akhirnya nggak terlambat sampai stasiun dan kami berhasil sampai Jogja dengan selamat. Perjalanan pulang ditemani hujan dan ngantuk karena kelelahan sepertinya.
Terima kasih buat jalan-jalan serunya! Semoga bisa jalan-jalan lagi setelah corona ya!
See you :)
Kalau kalian penasaran dengan Rumah Atsiri, langsung aja ke bagian 'Dimulailah perjalanan menuju Tawangmangu'. Namun jika kamu pengen tahu soal latar belakang kenapa kita ke Rumah Atsiri, baca dari awal. (Nggak penting sih, cuma pengen cerita aja~) Biasa anaknya suka curhaaaaaaat.
![]() |
foto: Mengakhiri keliling Rumah Atsiri di Green house/ kamera delapan kilogram Inur. |
Suatu pagi, temanku menyapa lewat imessages. Ia mengirimkan beberapa link Instagram berisi spot museum, yaitu Rumah Atsiri.
"Pernah liputan di sini?" tanyanya.
Tanpa membuka link, aku tahu lokasi museum yang dimaksud.
"Kamu nggak inget apa, kita pernah bahas Rumah Atsiri?"
Jadi ceritanya, bulan Januari lalu, kami jalan-jalan ke Solo. Dalam sebuah perjalanan tersebut, kami pernah membahas lokasi-lokasi wisata lain yang menarik. Salah satunya, Rumah Atsiri. Sayangnya, si anak nggak ngeh alias lupa kalau pernah bahas itu.
Singkat cerita temanku mendapat link tersebut dari temannya. Mereka berencana untuk liburan ke Tawangmangu, salah satu destinasi tujuannya adalah Rumah Atsiri. Berhubung emang udah kepikiran dan pengen ke sana dari tahun 2018, langsung aja bilang.
"Kalau mau ke sana, hayukk kita ajak temanku juga."
Berhubung, cuma ngikut. Jadinya ya nunggu konfirmasi sama tanggal aja kan. Lagian jadwal kerja juga nggak tahu cocok apa nggak. Tiba-tiba jelang akhir Februari, temanku mengirimkan pesan dan menginformasikan tanggal 7 atau 8 yuk ke Tawangmangu.
Kemudian tiba-tiba, jelang dua hari menuju hari H. Temanku mengabarkan, "Vin kemungkinan kayaknya aku nggak pulang 75 persen."
Pas denger langsung mikir, oh yaudah. Ya mau gimana lagi? Kan itu kejadian di luar kendali kita. Udah stoic belum?
Langsung ngabarin temen lain kalau kemungkinan besar nggak jadi. Yaudah, mari kita menyusun agenda weekend di Jogja saja.
Nggak tahunya, dikabarin lagi jelang sehari.
"Aku jadi pulang ya tapi belum beli tiket."
Lalu jam demi jam berlalu, jam dinding menunjukkan pukul 22.00 WIB. Temanku baru memulai perjalanan ke Jogja~ Buseeeet malam sekali -_- Dipikir-pikir, pasti capek, ngantuk, kenapa si maksain? Heran?
Mari kepo-kepo dikit lewat Instagram Stories! Pemanasan dulu ya!
Screenshot Instagram Stories @vindiasari. |