Selang satu jam berita rilis, nambah tiga orang yang meninggal. Lalu muncul nama coronavirus yang disebut jadi pemicunya. Saat itu Indonesia kayaknya masih santai dan woles yaaa. Nah mulailah keparnoan sejak kasus di Wuhan merebak dan Indonesia serasa santai banget dan jumawa nggak bakal kena deh Indonesia. Hmmmm well see ya sekarang ujungnya bagaimana~
Beberapa informasi ku peroleh alasan mengapa orang Indonesia secara garis besar ngeyel dan denial soal virus corona. Cek selengkapnya di Podcast Kejar Paket Pintar episode ini ya.
Setelah dua bulan dari kasus pertama diumumkan di Indonesia, udah mulai adaptasi dengan new life and activity ya~ Kalau berita-berita sekarang menyebutnya new normal life.
New normal life, welcome.
Beberapa kali baca berita soal new normal life. Isinya kurang lebih menyebutkan kalau pandemi ini mengubah seluruh lini dunia, termasuk kebiasaan kita. Yang paling kelihatan, dari manusia dengan aktivitas dan mobilisasi tinggi. Sekarang harus berdiam diri di rumah. Melakukan aktivitas sebisa mungkin di rumah.
Bagiku, rumah adalah tempat yang menyenangkan. Tapi lain halnya dengan bekerja dari rumah. Lokasi yang cukup pelosok membuat sinyal internet nggak mendukung. Selain itu, gawai pendukung bekerja juga mulai uzur. Tapi tapi aku tetap menjalani bekerja dari rumah dengan legawa.
Dari yang mulanya rindu bepergian dan macetnya jalanan, maklum dulu sebelum pandemi melaju kendaraan sekitar 21 km pulang pergi. Kebayang sekarang aktivitas itu jadi zero kilometer.
Pernah pas awal-awal kerja dari rumah, aku bercerita pada temanku.
“Kayaknya aku merasa pergi bekerja adalah hiburanku.”
Apakah aku se-workaholic itu? Tentu jawabannya tidak. Aku sedang masa adaptasi—transisi dari sibuk menjadi hanya di rumah dengan fase yang lebih slow.
Beberapa kali menangis karena keadaan dan kekhawatiran. Sampai mimpi liburan bareng partner ke Bali. Hahahaha ini gara-gara obrolan jelang tidur, besok setelah pandemi selesai mau ngapain?—sepertinya ya.
Bicara soal mimpi yang aneh-aneh selama pandemi, tenang guys! Udah ada penelitian yang meng-approve hal tersebut. Mimpi buruk ataupun merasa nggak bisa tidur selama pandemi adalah hal wajar. Itu salah satu efek dari pandemi. You can google it ya!
Apalagi ya yang berubah, yang awalnya kalau bosan pasti keluar rumah buat nonton, makan, belanja, sekarang harus putar otak. Cari kegiatan yang relaxing dan menyenangkan biar nggak stres dan bosan.
Pada akhirnya, aku tetap melakukan aktivitas biasa. Menyiram tanamanku, baca buku, nonton film dan series. Bedanya, sekarang aku punya tanaman baru. Aku impulsif tapi mikir keras buat beli bibit sayur dan media tanam (growing kit).
Selain itu, aku jadi install berbagai aplikasi virtual buat komunikasi dengan teman-teman di luar. Video call sesekali, ngobrol dan bicara ngalor-ngidul—menjadi aktivitas baru yang menyenangkan.
Ada lagi nih, ikutan langganan Netflix kembali. Karena merindukan “all around you” di bioskop. Akhirnya nonton Netflix dan langganan biar bisa download ataupun nonton kapan aja.
New normal life ini tampaknya akan berjalan cukup lama. Dengan segala prediksi kapan pandemi selesai. Aku pribadi menyakini ini bakalan lama. Dan pikiran tersebut membuatku terlihat pesimis ya—padahal aku mencoba realistis.
Logikanya gini. Virus baru, belum ada obat. Lalu peneliti cari info dan obat untuk mengobati hal tersebut. Penelitian butuh waktu lama. Belum ujicobanya, belum produksinya, belum vaksin penyebaran dan lain-lain.
Mimpi dan rencana 2020 sepertinya harus ditunda sampai waktu yang nggak diketahui.
“Aku sepertinya akan menurunkan segala ekspektasi dan rencanaku di tahun ini,” kata temanku lewat sambungan telepon.
Aku pun mengamininya.
Terima kasih pandemi corona, aku jadi belajar hal baru lagi. Walaupun sebenarnya nggak baru. Aku mencoba untuk menenangkan diri dan berusaha nggak kepikiran.
Cari kesibukan baru dan tentunya tetap bersyukur dengan keadaan baru—yang sebenarnya nggak baru-baru amat. Kenapa bisa bilang begitu? Banyak orang berpendapat—pendapat ahli di media. Kebanyakan bilang kalau ini bukan hal baru. Karena sebelumnya manusia pernah mengalaminya.
Kita udah sejauh ini berjalan, semoga kita tetap bertahan dan terus beradaptasi ya :)
Jangan lupa berterima kasih sama diri sendiri. Udah berusaha bertahan dan melewati ini semua. Kita semua lagi sama-sama fight dengan keadaan baru. Mari berusaha mengakali keadaan biar hati senang. Imun pun riang.
Ditulis pakai aplikasi di handphone. Jadi nggak bisa upload XOXO.
Bulan April tinggal menghitung hari tapi terasa sangat lama. Maklumlah, tanggal tua.
Bulan ke-empat di tahun 2018 ini menyisakan memori yang begitu membekas. Sejak tanggal 1 April, ujian demi ujian mulai dirasakan. Mulai dari tidak bisa menolak ajakan mama untuk investasi yang cukup menyita kantong hingga bolak-balik ke rumah sakit.
Bulan April ternyata memberikan banyak kejutan sekaligus mental kuat. Sejak uang pemasukan habis untuk investasi, aku hidup dengan uang hutang dari tabungan. Sempat ingin menangis karena ATM milikku terkena blokir yang mengharuskan pengurusan ke kantor cabang. Terbayang bagaimanakisminnya diriku. Beruntung nggak butuh waktu lama, aku bisa mendapatkan uang tabunganku.
Modal hidup dari uang tabungan yang ATM terblokir selama sebulan. Cobaan mulai muncul, ada diskon gede buat skincare salah satu produk asal Kanada. Dalam hati berpikir, "ih kapanlagi harganya jadi segitu!!!"
Nggak butuh waktu lama, setelah berpikir seharian penuh. (Ini seriusan). Esok harinya, aku beli produk tersebut dengan bahagia karena mendapatkan produk oke dengan harga lebih murah~ Selanjutnya, godaan nonton promo setengah harga di hari Sabtu. OMG~ Sejak tahu ada promo nonton harga setengah harga, aku ketagihan ke bioskop. Apesnya, bulan April ini aku mampir ke bioskop berbeda. Ternyata, promo nonton setengah harga nggak berlaku di sana. Setdah. Jadi boros!
Satu lagi yang membuat bulan April jadi perjalanan hidup paling bersejarah adalah-untuk pertama kalinya, aku mengalami alergi obat. Jika biasanya hanya sering melihat dan mendengar kata 'alergi' dengan gejala gatal-gatal dan badan memerah. Siapa sangka, aku mengalami di tubuhku.
Berawal dari memeriksa kondisi mata yang tampak tak seperti biasanya. Aku merasa kelilipan atau kemasukan benda asing di bagian mata sebelah kanan tapi saat diperhatikan mataku nggak aman. Dua hari berselang, aku mulai menyadari ada bintik putih di bagian korneaku (bagian coklatnya). What?! Ini mataku kenapa?
Saat itu, usai menunaikan salat Ashar di kantor. Seperti biasa, aku melihat cermin untuk membetulkan letak jilbab. Saat bercermin, aku mulai menyadari mataku muncul titik putih yang terasa seperti kelilipan. Menyadari hal tersebut, aku panik. Salah satu kontak yang langsung ku hubungi adalah mamaku.
"Ma besok anterin ke rumah sakit ya. Periksa mata," kataku lewat sambungan telepon.
April pun jadi saksi baru bagi perjalanan kesehatanku. Pertama kali menginjakkan kaki di rumah sakit bagian poli mata. Rasa deg-degan menjelang periksa begitu kentara. Takut kalau ternyata parah hikss..... Alhamdulillah, hanya bagian kornea saja yang luka. (Ini ngomongnya sok baik-baik aja. Padahal pas tahu, ya Allah...... kok bisa ya.....?).
Aku mendapat beberapa obat untuk menyembuhkan sakit mataku. Betapa bakoh-baca kuatnya aku menghadapi itu semua.
Jika kita kilas balik, jadwal kegiatanku saat itu cukup padat. Berangkat dari rumah sekitar pukul 07.30 menuju bank di kawasan Pingit. Selanjutnya menuju rumah sakit bersama mama namun akhirnya berpisah lantaran jadwal periksaku mendapat pukul 12.00. Akhirnya, aku pergi ke kantor sekitar pukul 09.00. Jam makan siang, minta izin untuk balik ke RS. Untung ada temen we yang baik hati buat menemaniku ke RS. Thanks Mbak Septi!
Balik dari RS, kembali bekerja namun tak lupa menelan obat berapa macam tadi. Sekitar pukul 16.30, aku mulai merasakan tubuhku hangat. Aku kira kecapaian aja~ ternyata badanku mulai memerah. Banyak yang mulai menyadari perubahan warna tubuhku. Aku dengan santai berkata, "paling efek obat tadi kayak gitu."
Tak butuh waktu lama, aku pulang dari kantor dan mulai jadi tentor. Aku mulai merasakan tubuhku lemas. Perutku mulas dan melilit. TAPI KERENNYA! SATU JAM PERJALANAN MENUJU LOKASI LES, AKU MASIH SEMPAT MAMPIR BELI ES COKLAT!
Lanjut cerita, badanku mulai gatal. Garuk sana, garuk sini, kulit memerah, setelah bercermin. "Setdah merah banget kayak orang kepanasan nggak jelas," batinku.
Makin parah saat menyadari, aku jadi mencr*t berulang kali. Rasanya lemaaaas~ tapi masih ada tanggungan ngeles. Akhirnya, mari selesaikan tugas. Kebetulan orangtua muridku bekerja sebagai perawat, isenglah nanya-emang bener aku alergi obat kalau model begini (baca: kayak kepiting rebus). Ternyata beneeeeeeeeer~~~~ Seketika langsung batin, "oh begini rasanya alergi."
Apakah kalian pernah merasakan hal tersebut? Untungnya, aku kepo-kepo setelah gejala alergi mereda. Beruntung, hal yang ku alami karena alergi obat ini masih wajar sebagai bentuk perlawanan diri terhadap zat asing. Setelah baca-baca artikel, ada korban yang sampai meninggal karena alergi obat. Terlihat sepele tapi butuh penanganan khusus.
Setelah kejadian alergi, aku menyempatkan untuk mengisi tubuhku dengan minum. Nggak kepikiran buat makan karena rasanya pengen tidur aja gitu. Lalu aku teringat, saat gejala alergi mulai menyerang, aku malah minum es coklat-konyol banget. Lol! Aku pun tertidur hingga pagi.
Jadi bulan April menjadi masa jatuh-drop sedropnya.
Mari bangkit menyongsong bulan Mei yang bentar lagi datang :)
Bulan ke-empat di tahun 2018 ini menyisakan memori yang begitu membekas. Sejak tanggal 1 April, ujian demi ujian mulai dirasakan. Mulai dari tidak bisa menolak ajakan mama untuk investasi yang cukup menyita kantong hingga bolak-balik ke rumah sakit.
foto: mirror.co.uk |
Bulan April ternyata memberikan banyak kejutan sekaligus mental kuat. Sejak uang pemasukan habis untuk investasi, aku hidup dengan uang hutang dari tabungan. Sempat ingin menangis karena ATM milikku terkena blokir yang mengharuskan pengurusan ke kantor cabang. Terbayang bagaimana
Modal hidup dari uang tabungan yang ATM terblokir selama sebulan. Cobaan mulai muncul, ada diskon gede buat skincare salah satu produk asal Kanada. Dalam hati berpikir, "ih kapanlagi harganya jadi segitu!!!"
Nggak butuh waktu lama, setelah berpikir seharian penuh. (Ini seriusan). Esok harinya, aku beli produk tersebut dengan bahagia karena mendapatkan produk oke dengan harga lebih murah~ Selanjutnya, godaan nonton promo setengah harga di hari Sabtu. OMG~ Sejak tahu ada promo nonton harga setengah harga, aku ketagihan ke bioskop. Apesnya, bulan April ini aku mampir ke bioskop berbeda. Ternyata, promo nonton setengah harga nggak berlaku di sana. Setdah. Jadi boros!
foto: pexels |
Satu lagi yang membuat bulan April jadi perjalanan hidup paling bersejarah adalah-untuk pertama kalinya, aku mengalami alergi obat. Jika biasanya hanya sering melihat dan mendengar kata 'alergi' dengan gejala gatal-gatal dan badan memerah. Siapa sangka, aku mengalami di tubuhku.
Berawal dari memeriksa kondisi mata yang tampak tak seperti biasanya. Aku merasa kelilipan atau kemasukan benda asing di bagian mata sebelah kanan tapi saat diperhatikan mataku nggak aman. Dua hari berselang, aku mulai menyadari ada bintik putih di bagian korneaku (bagian coklatnya). What?! Ini mataku kenapa?
Saat itu, usai menunaikan salat Ashar di kantor. Seperti biasa, aku melihat cermin untuk membetulkan letak jilbab. Saat bercermin, aku mulai menyadari mataku muncul titik putih yang terasa seperti kelilipan. Menyadari hal tersebut, aku panik. Salah satu kontak yang langsung ku hubungi adalah mamaku.
"Ma besok anterin ke rumah sakit ya. Periksa mata," kataku lewat sambungan telepon.
April pun jadi saksi baru bagi perjalanan kesehatanku. Pertama kali menginjakkan kaki di rumah sakit bagian poli mata. Rasa deg-degan menjelang periksa begitu kentara. Takut kalau ternyata parah hikss..... Alhamdulillah, hanya bagian kornea saja yang luka. (Ini ngomongnya sok baik-baik aja. Padahal pas tahu, ya Allah...... kok bisa ya.....?).
Aku mendapat beberapa obat untuk menyembuhkan sakit mataku. Betapa bakoh-baca kuatnya aku menghadapi itu semua.
Jika kita kilas balik, jadwal kegiatanku saat itu cukup padat. Berangkat dari rumah sekitar pukul 07.30 menuju bank di kawasan Pingit. Selanjutnya menuju rumah sakit bersama mama namun akhirnya berpisah lantaran jadwal periksaku mendapat pukul 12.00. Akhirnya, aku pergi ke kantor sekitar pukul 09.00. Jam makan siang, minta izin untuk balik ke RS. Untung ada temen we yang baik hati buat menemaniku ke RS. Thanks Mbak Septi!
Balik dari RS, kembali bekerja namun tak lupa menelan obat berapa macam tadi. Sekitar pukul 16.30, aku mulai merasakan tubuhku hangat. Aku kira kecapaian aja~ ternyata badanku mulai memerah. Banyak yang mulai menyadari perubahan warna tubuhku. Aku dengan santai berkata, "paling efek obat tadi kayak gitu."
Tak butuh waktu lama, aku pulang dari kantor dan mulai jadi tentor. Aku mulai merasakan tubuhku lemas. Perutku mulas dan melilit. TAPI KERENNYA! SATU JAM PERJALANAN MENUJU LOKASI LES, AKU MASIH SEMPAT MAMPIR BELI ES COKLAT!
Lanjut cerita, badanku mulai gatal. Garuk sana, garuk sini, kulit memerah, setelah bercermin. "Setdah merah banget kayak orang kepanasan nggak jelas," batinku.
foto: pexels |
Makin parah saat menyadari, aku jadi mencr*t berulang kali. Rasanya lemaaaas~ tapi masih ada tanggungan ngeles. Akhirnya, mari selesaikan tugas. Kebetulan orangtua muridku bekerja sebagai perawat, isenglah nanya-emang bener aku alergi obat kalau model begini (baca: kayak kepiting rebus). Ternyata beneeeeeeeeer~~~~ Seketika langsung batin, "oh begini rasanya alergi."
Apakah kalian pernah merasakan hal tersebut? Untungnya, aku kepo-kepo setelah gejala alergi mereda. Beruntung, hal yang ku alami karena alergi obat ini masih wajar sebagai bentuk perlawanan diri terhadap zat asing. Setelah baca-baca artikel, ada korban yang sampai meninggal karena alergi obat. Terlihat sepele tapi butuh penanganan khusus.
Setelah kejadian alergi, aku menyempatkan untuk mengisi tubuhku dengan minum. Nggak kepikiran buat makan karena rasanya pengen tidur aja gitu. Lalu aku teringat, saat gejala alergi mulai menyerang, aku malah minum es coklat-konyol banget. Lol! Aku pun tertidur hingga pagi.
Jadi bulan April menjadi masa jatuh-drop sedropnya.
Mari bangkit menyongsong bulan Mei yang bentar lagi datang :)
XOXO
Akhir bulan Maret lalu, seorang temanku mengirimkan tautan sebuah aplikasi bernama 'Money Manager' di sebuah aplikasi chat. Tak ada angin dan hujan, Minggu pagi yang cerah, dia mengirimiku aplikasi seputar keuangan.
Apa mungkin maksudnya, "Vin jangan boros. Inget masa depan!"
Jawabannya, ya enggaklah.
Aku mencoba mengklik tautan yang dikirimkan temanku. Terbukalah playstore yang mengarahkan untuk mengunduh aplikasi. Tak berselang lama, aku membalas pesan temanku.
"Kamu pake itu?" Tanyaku padanya.
Aku pun mengirimkan screen capture berisi gambar aplikasi serupa dengan milik temanku.
"Dulu aku pake ijo aku," balasku.
Obrolan seputar aplikasi pengatur keuangan berlanjut. Aku pernah mengunduh dan menggunakan aplikasi bernama 'Money Lover: Budget...' Bukan tanpa sebab, sebelumnya aku mengunduh aplikasi tersebut atas rekomendasi temanku. Temanku menyebut aplikasi ini membantu mengelola dan mengatur keuangan baik pemasukan hingga pengeluaran. Apakah defisit atau surplus?
Sebagai first jobber yang baru mendapat uang bulanan sendiri. Aplikasi tersebut sangat membantu men-tracking cash flow selama sebulan. Dari situ, kita bisa tahu uang gaji digunakan untuk keperluan apa saja.
Balik lagi ke chat.
Usut punya usut, maksud dan tujuan temanku membagikan link aplikasi supaya apps miliknya bisa mendapat poin. Dengan demikian, jika ada yang mengunduh maka dia mendapat tambahan poin . Tambahan tersebut bisa membantu membuka fitur premium.
"Dasar -_-," balasku.
Beberapa bulan lalu, aku pernah membuat poling kecil-kecilan di Twitter tentang manajemen cash flow. Ya intinya, aku mengajukan pertanyaan seputar mengatur uang bulanan.
Dari situ kita tahu ada banyak macam orang mengelola uangnya. Paling sedikit sebesar 20 persen menyebutkan, "mencatat uang bulanan." Sisanya sebanyak 40 persen bilang kadang-kadang mencatat dan 40 persen sisanya memilih tidak pernah mencatat karena ribet.
Kalau aku tipe yang akan mencatat uang keluar dan masuk setiap hari dalam satu bulan. Tapi mencatat cash flow aja nggak cukup guys.
Dibilang telaten? Aku hanya menjawab, kadang! Hehehe
Seperti aku sampaikan sebelumnya, aku pernah menggunakan aplikasi 'Money Lover' di smartphone. Dasarnya anak nggak telaten, dari rajin banget input ke aplikasi tentang uang belanja hingga akhirnya kelupaan yang berujung pada unistall. Huhuhuhu. Jangan ditiru!
Pada akhirnya, aku memilih cara manual dengan mengumpulkan nota, struk, kuintansi, hingga catatan kecil uang belanja. Semua itu aku rangkum dalam buku kecil mirip 'bank plecit/rentenir'.
Alhamdulillah, beberapa bulan ini masih rajin mencatat. Duh anak manual banget sih jadinya~ Mohon maaf, aku emang anak manual yang nggak betah menatap layar smartphone lama-lama. (Ngeles).
Beda cerita dengan lawan chatku sebelumnya. Dia adalah teman kampusku yang kini bekerja di kota besar. Dia anak perantauan tapi punya rumah di kota besar (nggak tahu rumah siapa?) Dia seorang laki-laki yang telah bekerja beberapa bulan di kota besar.
Saat ku tanya, "telaten?"
Dia jawab dengan singkat, "iya."
Mari kita beri tepuk tangan yang meriah untuk temanku yang telaten ini. Ini cowok bisa telaten adalah sesuatu yang harus dibanggakan-menurutku sih. Aku pun menimpalinya dengan kata sanjungan, "mantap."
Dia berbalik bertanya kepadaku, "kenapa nggak telaten?"
Aku belum menjawab sudah ditimpali dengan chat darinya dengan nada bercanda. "Sebabnya? Udah tau kalo pengeluarannya bakal lebih gede?"
Hahahaha ini sih iya banget. Batinku.
Dalam chat Minggu pagi, dia bercerita bahwa sejak diterima kerja di kota besar, ia menggunakan aplikasi 'Money Manager'. Kurang lebih empat bulanan (kalo nggak salah ngitung atau aku yang sotoy).
Saking penasaran dan amazed dengan kebiasaan teman, aku pun kembali bertanya. "Trus selama ini cashflow-nya gimana?"
Dia menjawab singkat, "Alhamdulillah."
Jawaban singkat darinya tak memuaskan rasa penasaranku. Aku kembali bertanya, "masih bisa nabung? Berapa persen?"
*Hai temanku, mohon maaf kalau aku kepo ;).
Dia kembali menjawab, "bisa. Berhubung nggak ngekos kadang bisa 50 persen. Di Jogja gimana? 75 persen?"
Seketika aku hening sehening-heningnya........ jeng jeng jeng~ Aku kembali takjub dengan jawaban temanku.
"Kok aku jadi tertampar ya," balasku.
Aku menjelaskan maksudnya bahwa selama ini aku hanya menyisihkan sebagian penghasilanku untuk menabung. Sisanya kebutuhan sehari-hari. Kalau dihitung tidak ada angka mencapai presentase setengah dari gaji. Setdah aku nulis ini sambil sedih. Cryyyyyy....
Padahal kalau ditarik benang merah, temanku di kota besar bisa menabung karena nggak bayar kosan. Begitu pula sebaliknya, aku di sini ada rumah. Hiks..
Dia kembali bertanya sekaligus membuatku makib sedih. "Wah gimana tuh? Zaman freelance aja kadang malah utuh."
Balasanku cukup membuatku makin tersadar. "Aku kok jadi sedih siiiih. Berasa boros."
Lalu ia mencoba membantuku dengan memilah konsumsi sebulan. "Itu duitnya yg kepake buat konsumsi semua atau ada yg lain? Misal invest, asuransi, dll?"
Karena selama ini, aku hanya mencatat pengeluaran dan pemasukan. Tanpa tahu berapa persen buat hal konsumtif atau invest. Akhirnya ku jawab sekadarnya.
"Bantu ortu, beli bekal rumah tapi nabung di awal."
Sejak saat itu, aku bertekad untuk lebih sayang sama uang. Mau pakai apps lagi tapi sayang memory hape penuh~
Bulan sebelumnya, aku juga coba ikut talkshow keuangan. Belajar main investasi jangka panjang. Mulai cari tahu tentang main saham dari temen-temen. Semoga bisa terlaksana bulan depan! Aamiin............
Segitu dulu obrolan eh curhatanku tentang keuangan. Besok kita lanjut lagi tentang buku, website rekomendasi belajar keuangan, hingga media sosial seputar financial literacy.
Akhir kata, jangan lupa nabung!
Xoxo
Apa mungkin maksudnya, "Vin jangan boros. Inget masa depan!"
Jawabannya, ya enggaklah.
Aku mencoba mengklik tautan yang dikirimkan temanku. Terbukalah playstore yang mengarahkan untuk mengunduh aplikasi. Tak berselang lama, aku membalas pesan temanku.
"Kamu pake itu?" Tanyaku padanya.
Aku pun mengirimkan screen capture berisi gambar aplikasi serupa dengan milik temanku.
"Dulu aku pake ijo aku," balasku.
Obrolan seputar aplikasi pengatur keuangan berlanjut. Aku pernah mengunduh dan menggunakan aplikasi bernama 'Money Lover: Budget...' Bukan tanpa sebab, sebelumnya aku mengunduh aplikasi tersebut atas rekomendasi temanku. Temanku menyebut aplikasi ini membantu mengelola dan mengatur keuangan baik pemasukan hingga pengeluaran. Apakah defisit atau surplus?
Foto: unplash |
Balik lagi ke chat.
Usut punya usut, maksud dan tujuan temanku membagikan link aplikasi supaya apps miliknya bisa mendapat poin. Dengan demikian, jika ada yang mengunduh maka dia mendapat tambahan poin . Tambahan tersebut bisa membantu membuka fitur premium.
"Dasar -_-," balasku.
Beberapa bulan lalu, aku pernah membuat poling kecil-kecilan di Twitter tentang manajemen cash flow. Ya intinya, aku mengajukan pertanyaan seputar mengatur uang bulanan.
Dari situ kita tahu ada banyak macam orang mengelola uangnya. Paling sedikit sebesar 20 persen menyebutkan, "mencatat uang bulanan." Sisanya sebanyak 40 persen bilang kadang-kadang mencatat dan 40 persen sisanya memilih tidak pernah mencatat karena ribet.
Kalau aku tipe yang akan mencatat uang keluar dan masuk setiap hari dalam satu bulan. Tapi mencatat cash flow aja nggak cukup guys.
Dibilang telaten? Aku hanya menjawab, kadang! Hehehe
Seperti aku sampaikan sebelumnya, aku pernah menggunakan aplikasi 'Money Lover' di smartphone. Dasarnya anak nggak telaten, dari rajin banget input ke aplikasi tentang uang belanja hingga akhirnya kelupaan yang berujung pada unistall. Huhuhuhu. Jangan ditiru!
Pada akhirnya, aku memilih cara manual dengan mengumpulkan nota, struk, kuintansi, hingga catatan kecil uang belanja. Semua itu aku rangkum dalam buku kecil mirip 'bank plecit/rentenir'.
Alhamdulillah, beberapa bulan ini masih rajin mencatat. Duh anak manual banget sih jadinya~ Mohon maaf, aku emang anak manual yang nggak betah menatap layar smartphone lama-lama. (Ngeles).
Beda cerita dengan lawan chatku sebelumnya. Dia adalah teman kampusku yang kini bekerja di kota besar. Dia anak perantauan tapi punya rumah di kota besar (nggak tahu rumah siapa?) Dia seorang laki-laki yang telah bekerja beberapa bulan di kota besar.
Saat ku tanya, "telaten?"
Dia jawab dengan singkat, "iya."
Mari kita beri tepuk tangan yang meriah untuk temanku yang telaten ini. Ini cowok bisa telaten adalah sesuatu yang harus dibanggakan-menurutku sih. Aku pun menimpalinya dengan kata sanjungan, "mantap."
Dia berbalik bertanya kepadaku, "kenapa nggak telaten?"
Aku belum menjawab sudah ditimpali dengan chat darinya dengan nada bercanda. "Sebabnya? Udah tau kalo pengeluarannya bakal lebih gede?"
Hahahaha ini sih iya banget. Batinku.
Dalam chat Minggu pagi, dia bercerita bahwa sejak diterima kerja di kota besar, ia menggunakan aplikasi 'Money Manager'. Kurang lebih empat bulanan (kalo nggak salah ngitung atau aku yang sotoy).
Saking penasaran dan amazed dengan kebiasaan teman, aku pun kembali bertanya. "Trus selama ini cashflow-nya gimana?"
Dia menjawab singkat, "Alhamdulillah."
Jawaban singkat darinya tak memuaskan rasa penasaranku. Aku kembali bertanya, "masih bisa nabung? Berapa persen?"
*Hai temanku, mohon maaf kalau aku kepo ;).
Dia kembali menjawab, "bisa. Berhubung nggak ngekos kadang bisa 50 persen. Di Jogja gimana? 75 persen?"
Seketika aku hening sehening-heningnya........ jeng jeng jeng~ Aku kembali takjub dengan jawaban temanku.
"Kok aku jadi tertampar ya," balasku.
Aku menjelaskan maksudnya bahwa selama ini aku hanya menyisihkan sebagian penghasilanku untuk menabung. Sisanya kebutuhan sehari-hari. Kalau dihitung tidak ada angka mencapai presentase setengah dari gaji. Setdah aku nulis ini sambil sedih. Cryyyyyy....
Padahal kalau ditarik benang merah, temanku di kota besar bisa menabung karena nggak bayar kosan. Begitu pula sebaliknya, aku di sini ada rumah. Hiks..
Dia kembali bertanya sekaligus membuatku makib sedih. "Wah gimana tuh? Zaman freelance aja kadang malah utuh."
Balasanku cukup membuatku makin tersadar. "Aku kok jadi sedih siiiih. Berasa boros."
Foto: unplash |
Karena selama ini, aku hanya mencatat pengeluaran dan pemasukan. Tanpa tahu berapa persen buat hal konsumtif atau invest. Akhirnya ku jawab sekadarnya.
"Bantu ortu, beli bekal rumah tapi nabung di awal."
Sejak saat itu, aku bertekad untuk lebih sayang sama uang. Mau pakai apps lagi tapi sayang memory hape penuh~
Bulan sebelumnya, aku juga coba ikut talkshow keuangan. Belajar main investasi jangka panjang. Mulai cari tahu tentang main saham dari temen-temen. Semoga bisa terlaksana bulan depan! Aamiin............
Segitu dulu obrolan eh curhatanku tentang keuangan. Besok kita lanjut lagi tentang buku, website rekomendasi belajar keuangan, hingga media sosial seputar financial literacy.
Akhir kata, jangan lupa nabung!
Xoxo
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Haloo guys! Ada yang kangen sama saya nggak? Setelah beberapa waktu lalu saya memosting proyek 2017. Kali ini sayamemaksa menagih janji pada diri saya. Saya pernah berjanji akan memosting momen-momen berharga dalam hidup saya. Mulai dari momen penelitian ke Aceh, wisudaan, dan paska wisudaan. Pada postingan kali ini, saya akan memfokuskan pada apa yang saya lakukan seusai perayaan kelulusan atau wisuda.
Saya masih ingat pertanyaan dari Bang Reiki, salah satu teman yang menjadi ketua angkatan jurusan.
"Vin kalau besok udah wisuda, apa yang mau kamu lakukan?" tanya Bang Reiki padaku.
Tanpa berpikir panjang, saya pun menjawab, "aku mau foto bareng keluargaku, Bang. Foto studio gitu." Harapan itu pun dapat terealisasi dengan baik. Terima kasih Tuhan.
Oiya sebelumnya, saya pengen cerita. Momen wisuda itu sama halnya momen kantong jebol. Mengapa? Karena ada banyak sekali pengeluaran hanya untuk momen kebahagiaan sehari. Haha tapi saya tetap merasa puas mengeluarkan banyak budget untuk kebahagiaan keluarga saya juga. Beruntung, sebelum wisuda saya sempat bekerja sebagai asisten peneliti di Aceh Tamiang. Gaji dari asisten peneliti sangat cukup untuk menyokong biaya wisudaanku :)
Graduation moment
Saya resmi menjadi seorang sarjana sosial dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL UGM). Alhamdulillah bisa menyelesaikan masa studi selama tiga tahun delapan bulan. Melebihi ekspektasi, namun nggak masalah karena tetap bisa memberi 'slempang dua' buat Papa Mama, Ibuk, dan Mbah Kakung. Wisuda saya diselenggarakan di gedung Grha Sabha Pramana (GSP) pada 25 Agustus 2016. Kebahagiaan lulus dan lepas dari revisian skripsi terbayar dengan manis. Pasalnya, saya mendapat kesempatan bisa berjabat tangan dengan rektor perempuan pertama di UGM, Ibu Dwikorita. Siapa sangka? Anak salah jurusan kayak saya ini bisa dipanggil pertama mewakili fakultas.
Kebahagiaan kembali menyeruak usai acara di GSP. Saya beserta wisudawan dan wisudawati kembali ke fakultas masing-masing. Sebelum tiba di fakultas, saya dan beberapa teman 'dicegat' dihadang oleh teman-teman lain. Ada yang memberi coklat, bunga, permen, atau sekadar ucapan selamat. Rasanya seneng! Apalagi ada sosok yang tak diduga datang dengan tiba-tiba memberi sebuket bunga mawar merah :)
Selanjutnya acara di fakultas. Saya mendapat kesempatan untuk memberi sambutan mewakili mahasiswa FISIPOL. "Edyan, " batinku. Ada banyak sekali sosok yang saya kenal-yang juga lulus bareng sama saya. Orang-orang TOP dan kece! Akumah apa, cuma butiran debu. Saya sengaja menyembunyikan label mahasiswa mau sambutan di depan orangtuaku. Entah, tak pantas untuk disombongkan hal tersebut. Akhirnya, saat nama saya dipanggil orangtua saya sedikit kaget. Haha maaf ya Ma, Pa.
After Graduation
Jika orang berpikir bahwa 'seorang dengan slempang dua dan kena label lulusan xxx akan mudah mendapat pekerjaan'. Nggak semua omongan orang itu bener. Hehe Setelah lulus, terbitlah kenyataan dan realita hidup sebenarnya. Ada banyak teman yang sebelum wisuda sudah cari kerja sana sini. Saya termasuk orang yang masih selo dan nanti-nanti.Revisian skripsi aja butuh dua bulanan. Jangan dicontoh ya, guys!
Saya baru menyadari bahwa saya begitu selo dan mulai panik mengingat hari semakin bertambah paska wisuda. Saya pun masih menyandang status 'pengangguran'. Aslinya, saya sudah punya tawaran pekerjaan. Alias sebelum lulus, saya sudah bisa makarya. Akan tetapi saya kurang cocok dengan pekerjaan itu. Akhirnya saya menganggur lebih lama lagi.
Etapi selama saya menunggu panggilan pekerjaan. Saya mendapat banyak kegiatan menyenangkan. Saya lolos kelas Lifegoals ZettaMedia. Saya masih harus mengerjakan laporan asisten peneliti di Aceh, dan tentunya saya ikut kursus TOEFL. Sungguh waktu itu sangat berharga! Saya mendapat beberapa kali panggilan kerja dan tes, tapi saya sendiri sangat enggak yakin dengan pekerjaan itu. Kata papa, "saya itu orangnya idealis." Maka dari itu, saya sedikit lama dapat pekerjaan tetap usai lulus.
Saya lulus bulan Agustus 2016 dan saya mendapat pekerjaan (yang beneran jadi pekerja di sebuah perusahaan) pada bulan November 2016. Tiga bulan waktu yang lumayan panjang kalau dipikir. Mengingat saya selo banget. Tiap hari bangun tidur, binggung mau ngapain aja. Adanya cuma main, nongkrong, dan hal-hal yang bikin kantong kering. Gaji atau tabungan hasil ngumpulin pekerjaan sebelumnya semakin menipis. OMG!
Pada akhirnya saya sadar, 'dapat label xxx itu sangat membebani diri. Orang yang nggak ada kerjaan akan stres dengan mudah kalau nggak segera dapat kerjaan. Saya pun mengalaminya, saya sedikit terguncang melihat satu per satu teman udah punya gawean. Meski begitu, saya selalu yakin bahwa semua akan ada batasnya. Kamu nggak bakal nganggur terus kok. Pasti ujungnya dapat kerjaan, meski nggak tahu butuh berapa lama. Tiap orang kan beda-beda, nggak bisa dijadikan patokan cepat lamanya. Rejeki orang udah ada yang nentuin dan ngatur. Jadi nggak perlu khawatir. :)
Tak berselang lama, bulan November 2016 kemarin adalah bulan pertama saya bekerja. Saya bekerja di sebuah startup media online di Yogyakarta. Saya sendiri baru tahu lokasinya kalau di Jogja, ketika saya ditelepon malam hari usai kirim lamaran di siang harinya. Pekerjaan pertama saya adalah meliput dan mencari orang-orang sederhana namun penuh inspirasi. Saya bekerja untuk rubrik Wajah Jogja. Kamu bisa melihat hasil liputan saya di Instagram Wajah Jogja atau websitenya di link berikut.
Berikut ini adalah sosok-sosok Wajah Jogja yang menjadi narasumber saya. Sebenarnya ada lebih dari yang di foto, entah karena alasan apa. Beberapa sosok yang saya wawancara tidak dimuat oleh editor.
Segini dulu ya, nanti saya sambung di postingan selanjutnya ya! See you!
XOXO
Haloo guys! Ada yang kangen sama saya nggak? Setelah beberapa waktu lalu saya memosting proyek 2017. Kali ini saya
Saya masih ingat pertanyaan dari Bang Reiki, salah satu teman yang menjadi ketua angkatan jurusan.
"Vin kalau besok udah wisuda, apa yang mau kamu lakukan?" tanya Bang Reiki padaku.
Tanpa berpikir panjang, saya pun menjawab, "aku mau foto bareng keluargaku, Bang. Foto studio gitu." Harapan itu pun dapat terealisasi dengan baik. Terima kasih Tuhan.
Oiya sebelumnya, saya pengen cerita. Momen wisuda itu sama halnya momen kantong jebol. Mengapa? Karena ada banyak sekali pengeluaran hanya untuk momen kebahagiaan sehari. Haha tapi saya tetap merasa puas mengeluarkan banyak budget untuk kebahagiaan keluarga saya juga. Beruntung, sebelum wisuda saya sempat bekerja sebagai asisten peneliti di Aceh Tamiang. Gaji dari asisten peneliti sangat cukup untuk menyokong biaya wisudaanku :)
Graduation moment
Saya resmi menjadi seorang sarjana sosial dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL UGM). Alhamdulillah bisa menyelesaikan masa studi selama tiga tahun delapan bulan. Melebihi ekspektasi, namun nggak masalah karena tetap bisa memberi 'slempang dua' buat Papa Mama, Ibuk, dan Mbah Kakung. Wisuda saya diselenggarakan di gedung Grha Sabha Pramana (GSP) pada 25 Agustus 2016. Kebahagiaan lulus dan lepas dari revisian skripsi terbayar dengan manis. Pasalnya, saya mendapat kesempatan bisa berjabat tangan dengan rektor perempuan pertama di UGM, Ibu Dwikorita. Siapa sangka? Anak salah jurusan kayak saya ini bisa dipanggil pertama mewakili fakultas.
Kebahagiaan kembali menyeruak usai acara di GSP. Saya beserta wisudawan dan wisudawati kembali ke fakultas masing-masing. Sebelum tiba di fakultas, saya dan beberapa teman 'dicegat' dihadang oleh teman-teman lain. Ada yang memberi coklat, bunga, permen, atau sekadar ucapan selamat. Rasanya seneng! Apalagi ada sosok yang tak diduga datang dengan tiba-tiba memberi sebuket bunga mawar merah :)
foto: instagram.com/vindiasari |
After Graduation
Jika orang berpikir bahwa 'seorang dengan slempang dua dan kena label lulusan xxx akan mudah mendapat pekerjaan'. Nggak semua omongan orang itu bener. Hehe Setelah lulus, terbitlah kenyataan dan realita hidup sebenarnya. Ada banyak teman yang sebelum wisuda sudah cari kerja sana sini. Saya termasuk orang yang masih selo dan nanti-nanti.
Saya baru menyadari bahwa saya begitu selo dan mulai panik mengingat hari semakin bertambah paska wisuda. Saya pun masih menyandang status 'pengangguran'. Aslinya, saya sudah punya tawaran pekerjaan. Alias sebelum lulus, saya sudah bisa makarya. Akan tetapi saya kurang cocok dengan pekerjaan itu. Akhirnya saya menganggur lebih lama lagi.
Etapi selama saya menunggu panggilan pekerjaan. Saya mendapat banyak kegiatan menyenangkan. Saya lolos kelas Lifegoals ZettaMedia. Saya masih harus mengerjakan laporan asisten peneliti di Aceh, dan tentunya saya ikut kursus TOEFL. Sungguh waktu itu sangat berharga! Saya mendapat beberapa kali panggilan kerja dan tes, tapi saya sendiri sangat enggak yakin dengan pekerjaan itu. Kata papa, "saya itu orangnya idealis." Maka dari itu, saya sedikit lama dapat pekerjaan tetap usai lulus.
Saya lulus bulan Agustus 2016 dan saya mendapat pekerjaan (yang beneran jadi pekerja di sebuah perusahaan) pada bulan November 2016. Tiga bulan waktu yang lumayan panjang kalau dipikir. Mengingat saya selo banget. Tiap hari bangun tidur, binggung mau ngapain aja. Adanya cuma main, nongkrong, dan hal-hal yang bikin kantong kering. Gaji atau tabungan hasil ngumpulin pekerjaan sebelumnya semakin menipis. OMG!
Pada akhirnya saya sadar, 'dapat label xxx itu sangat membebani diri. Orang yang nggak ada kerjaan akan stres dengan mudah kalau nggak segera dapat kerjaan. Saya pun mengalaminya, saya sedikit terguncang melihat satu per satu teman udah punya gawean. Meski begitu, saya selalu yakin bahwa semua akan ada batasnya. Kamu nggak bakal nganggur terus kok. Pasti ujungnya dapat kerjaan, meski nggak tahu butuh berapa lama. Tiap orang kan beda-beda, nggak bisa dijadikan patokan cepat lamanya. Rejeki orang udah ada yang nentuin dan ngatur. Jadi nggak perlu khawatir. :)
Tak berselang lama, bulan November 2016 kemarin adalah bulan pertama saya bekerja. Saya bekerja di sebuah startup media online di Yogyakarta. Saya sendiri baru tahu lokasinya kalau di Jogja, ketika saya ditelepon malam hari usai kirim lamaran di siang harinya. Pekerjaan pertama saya adalah meliput dan mencari orang-orang sederhana namun penuh inspirasi. Saya bekerja untuk rubrik Wajah Jogja. Kamu bisa melihat hasil liputan saya di Instagram Wajah Jogja atau websitenya di link berikut.
Berikut ini adalah sosok-sosok Wajah Jogja yang menjadi narasumber saya. Sebenarnya ada lebih dari yang di foto, entah karena alasan apa. Beberapa sosok yang saya wawancara tidak dimuat oleh editor.
Para narasumber yang inspiratif! |
Para narasumber yang inspiratif! |
Segini dulu ya, nanti saya sambung di postingan selanjutnya ya! See you!
XOXO
"Vin, sabtu selo ngga? Temenin aku yuk, ada anak u* mau main ke Jogja."
Sebuah pesan mendarat di personal chatku. Saya pun membalas pesan tersebut, "selo, tapi kalau malam ngga bisa. Gimana?" Jawabku.
Temanku pun membalas, "iya ntar bilang aja." Keesokan harinya, saya melakukan pertemuan dengan temanku. Setelah berkenalan dan bercerita satu sama lain, kami pun merencanakan perjalanan singkat di Jogja.
Waktu yang tersisa semakin sedikit. Semburat senja mulai menampakkan dirinya. Akhirnya, perjalanan ini menuju ke sekitaran kota, seperti Titik nol kota Yogyakarta, Malioboro, Alun-alun kidul, dan Masjid Kauman.
Lokasi pertama, seputaran Malioboro. Kami menyasar langsung ke titik nol yang dekat dengan Benteng Vredeburg. Sabtu sore, Malioboro dipadati oleh puluhan hingga ratusan orang berlalu lalang. Pemandangan yang cukup membuat saya pusing. Orang berjalan dan berlalu lalang di depan saya. Sempit, padat, dan menggelikan, bagiku.
Sebenarnya saya bukan membahas tentang parnonya-saya dengan tempat padat dan sempit. Namun demikian, saya menyoroti pada apa yang terjadi selama di Titik nol itu.
Sebuah pesan mendarat di personal chatku. Saya pun membalas pesan tersebut, "selo, tapi kalau malam ngga bisa. Gimana?" Jawabku.
Temanku pun membalas, "iya ntar bilang aja." Keesokan harinya, saya melakukan pertemuan dengan temanku. Setelah berkenalan dan bercerita satu sama lain, kami pun merencanakan perjalanan singkat di Jogja.
Waktu yang tersisa semakin sedikit. Semburat senja mulai menampakkan dirinya. Akhirnya, perjalanan ini menuju ke sekitaran kota, seperti Titik nol kota Yogyakarta, Malioboro, Alun-alun kidul, dan Masjid Kauman.
Lokasi pertama, seputaran Malioboro. Kami menyasar langsung ke titik nol yang dekat dengan Benteng Vredeburg. Sabtu sore, Malioboro dipadati oleh puluhan hingga ratusan orang berlalu lalang. Pemandangan yang cukup membuat saya pusing. Orang berjalan dan berlalu lalang di depan saya. Sempit, padat, dan menggelikan, bagiku.
Sebenarnya saya bukan membahas tentang parnonya-saya dengan tempat padat dan sempit. Namun demikian, saya menyoroti pada apa yang terjadi selama di Titik nol itu.
Lihatlah, semua penuh sesak oleh orang. Bagi orang yang lelah berjalan, rasanya agak sulit mencari tempat beristirahat sejenak. Pasalnya, tiap akhir pekan-Malioboro menjadi salah satu tempat melepas penat. Ramai orang datang ke Malioboro, terutama titik nol. Situasi tersebut ditangkap sebagai peluang oleh beberapa orang. Peluang untuk mencari pundi-pundi keuangan. Sebagian besar mereka menawarkan jasa foto bersama badut atau atribut penunjang nan epik untuk foto. Ditambah latar titik nol yang sangat artsy.
Beberapa lokasi strategis dijadikan lapak bagi penjaja jasa. Hingga saya sendiri, mengalami pengusiran tempat istirahat sejenak. Jadi ceritanya, saya dan teman (kami) ingin mengambil foto berlatar titik nol. Bukan hanya itu, saya juga beristirahat sejenak sembari memandang sekeliling. Eh, tahunya kami diusir oleh seorang penjual jasa foto. Karena baginya, kami mengambil lapak mereka.
Seolah semua lokasi telah paten untuk mereka. Bagi yang ingin berdiri di lokasi-yang-mereka-anggap-strategis, kami harus membayar se-ikhlasnya. Batinku, "ini kan public space. Siapa aja boleh dong di sini." Tapi lihat yang terjadi, mulai ada batas-batas tak kasat mata. Padahal ada petugas juga, tapi jadi lumrah hehe.
Selain itu, orang yang berlalu lalang itu terdiri atas berbagai kalangan. Tua, muda, hingga anak-anak tumpah di Titik nol. Ramai. Perokok aktif santai merokok di tengah banyak perokok pasif. Sedih saya lihatnya, apalagi bagi perokok pasif di sana. Hiks, mbok ditahan dulu.
Itu sih, yang saya rasakan. Suatu sore di titik nol. :")
Xoxo
Beberapa hari terakhir, saya tak menempati kamar berukuran 3 X 3 meter yang biasa digunakan untuk mengistirahatkan diri. Kamar tersebut adalah kamar pribadi saya dan sudah terlanjur jatuh cinta dengan suasananya. Meskipun begitu, saya akhirnya hijrah ke kamar seberang. Kamar tersebut adalah kamar milik mama saya. Ada alasan mengapa saya harus pindah ke kamar tersebut. Saya pindah bukan untuk menetap, melainkan ada renovasi kecil-kecilan yang membuat kamar saya-tidak-layak untuk dihuni sementara waktu.
Kamar mama adalah kamar yang penuh kenangan. Dulu, kamar tersebut adalah kamar tidur saya dan kakak (lebih tepatnya kamar kakak). Malam itu, selepas dari kampus. Saya merasa sangat lelah setelah mengurus suatu hal. Sesampainya di rumah, saya hanya ingin memejamkan mata dan berharap kepala saya merasa baikan dikemudian hari . Saya merebahkan badan, kemudian berdoa dan menyegerakan tidur. Namun demikian, hal tersebut nihil terjadi. Saya mendapati diri saya mengamati sekeliling kamar. Menyimak satu per satu benda yang ada di kamar. Kemudian, pandangan saya tertuju pada selembar bingkai foto yang terpasang di dinding kamar. Seketika, pikiran saya meloncat pada belasan tahun silam. Tanpa diduga, air mata menetes di tengah remangnya cahaya kamar. Foto itu adalah foto keluarga.
Ada banyak alasan yang bisa saya jelaskan, mengapa saya menangis? Tapi biarlah itu semua menjadi milik sendiri. "Ternyata saya sudah besar. Sudah banyak yang dilewati. Sudah banyak yang terlewatkan," batin saya. Seulas senyum saya coba ciptakan. Mencoba mempositifkan pikiran bahwa semua baik-baik saja, tak ada yang perlu disesalkan.
Mungkin saya hanya rindu. Rindu dengan mama, kakak, dan adik. Atau saya yang terlampau melow karena terlalu lelah dengan aktivitas. Mana saya tahu? Yang jelas, saya mencintai mereka. Walaupun perawakan saya sering cuek, jutek. Saya akan selalu mencintai mereka.
Zha-zha yang sedang rindu. Rindu suasana rumah yang lalu.
XoXo
Kamar mama adalah kamar yang penuh kenangan. Dulu, kamar tersebut adalah kamar tidur saya dan kakak (lebih tepatnya kamar kakak). Malam itu, selepas dari kampus. Saya merasa sangat lelah setelah mengurus suatu hal. Sesampainya di rumah, saya hanya ingin memejamkan mata dan berharap kepala saya merasa baikan dikemudian hari . Saya merebahkan badan, kemudian berdoa dan menyegerakan tidur. Namun demikian, hal tersebut nihil terjadi. Saya mendapati diri saya mengamati sekeliling kamar. Menyimak satu per satu benda yang ada di kamar. Kemudian, pandangan saya tertuju pada selembar bingkai foto yang terpasang di dinding kamar. Seketika, pikiran saya meloncat pada belasan tahun silam. Tanpa diduga, air mata menetes di tengah remangnya cahaya kamar. Foto itu adalah foto keluarga.
Ada banyak alasan yang bisa saya jelaskan, mengapa saya menangis? Tapi biarlah itu semua menjadi milik sendiri. "Ternyata saya sudah besar. Sudah banyak yang dilewati. Sudah banyak yang terlewatkan," batin saya. Seulas senyum saya coba ciptakan. Mencoba mempositifkan pikiran bahwa semua baik-baik saja, tak ada yang perlu disesalkan.
Mungkin saya hanya rindu. Rindu dengan mama, kakak, dan adik. Atau saya yang terlampau melow karena terlalu lelah dengan aktivitas. Mana saya tahu? Yang jelas, saya mencintai mereka. Walaupun perawakan saya sering cuek, jutek. Saya akan selalu mencintai mereka.
Zha-zha yang sedang rindu. Rindu suasana rumah yang lalu.
XoXo
Selamat pagi.
Akhir-akhir ini saya merasa sedikit berbeda.
"Berbeda" yang tidak dapat saya definisikan sendiri.
Entahlah, saya ingin menjabarkannya. Namun, sekali lagi. Saya nggak paham mau menggunakan kata apa? -.-
Kemudian saya teringat origami pesawat, yang saya buat seminggu lalu. Saya heran. Setiap ke toko alat tulis, perhatian saya selalu pada buku catatan/ notes/ kertas warna-warni/ kertas lipat/ kertas kado, dan lain-lain.Kalian boleh nyinyirin saya. Tiap ke toko alat tulis, jiwa saya selalu bergejolak. Saya adalah orang yang suka membeli hal semacam itu, tanpa diketahui fungsinya apa. Jadi sekali liat kertas lipat lucu, dibeli. Ada kertas kado lucu, dibeli. Sesampainya di rumah, nggak tahu buat apa. -_-v Akhirnya, kertas-kertas tersebut jadi mading di kamar saya. Saya suka berkreasi bak taman kanak-kanak di kamar. (Foto tidak untuk dipublish)
Kembali ke topik.
Saya buat origami pesawat, karena saat itu saya diwajibkan membuat pesawat untuk suatu event. Lalu saya buat. Taaaaaaaaraaaaaaa
Mengapa saya menganalogikan pesawat?
Ya, dari dulu saya nggak bisa bikin pesawat.Sebenarnya bisa, hanya saja fungsinya tak berjalan sesuai harapan (baca: nggak bisa terbang). Pesawat yang saya buat bentuknya pun tak seindah yang lain.
Iya. Pesawat yang saya buat "berbeda". Tapi saya anggap itu wajar :)
Akhir-akhir ini saya merasa sedikit berbeda.
"Berbeda" yang tidak dapat saya definisikan sendiri.
Entahlah, saya ingin menjabarkannya. Namun, sekali lagi. Saya nggak paham mau menggunakan kata apa? -.-
Kemudian saya teringat origami pesawat, yang saya buat seminggu lalu. Saya heran. Setiap ke toko alat tulis, perhatian saya selalu pada buku catatan/ notes/ kertas warna-warni/ kertas lipat/ kertas kado, dan lain-lain.
Kembali ke topik.
Saya buat origami pesawat, karena saat itu saya diwajibkan membuat pesawat untuk suatu event. Lalu saya buat. Taaaaaaaaraaaaaaa
Shared using TwitrPix
Mengapa saya menganalogikan pesawat?
Ya, dari dulu saya nggak bisa bikin pesawat.
Iya. Pesawat yang saya buat "berbeda". Tapi saya anggap itu wajar :)
Berbedanya saya adalah perbedaan yang wajar. Mungkin saya mengatakan hal seperti itu, karena saya memaklumi perasaan "berbeda" yang saya alami.
XOXO
Beberapa bulan lalu, saya mengunjungi sebuah tempat bersejarah tepatnya di Kraton Yogyakarta. Letaknya memang berada di Provinsi yang saya tinggali. Kemudian, saya menerawang dan menerobos pikiran. Sudah berapa kali saya mengunjungi tempat ini? Terakhir kapan mengunjungi tempat ini? Ini aset, budaya, harta yang dimiliki Indonesia. Tersentak saya. Saya merasa nggak peduli dengan budaya sendiri :( Maafkan saya ini, saya memang kurang memperhatikan budaya ini.
Saya suka sejarah, tapi saya tidak suka menghapal.
Saya suka budaya, tapi saya binggung harus berbuat apa.
Saya suka museum, tapi saya sering nggak punya temen buat diajak ke museum.
Jadi??
XOXO
Apakah ini semua sudah terlambat? Terlambat untuk mengakui, bahwa saya telah masuk ke dalam lubang-(lebih tepatnya terlalu dalam! Hingga saya tak mampu kembali ke atas permukaan.) Saya berjalan secara konsisten masuk. Seolah, tak ada aral yang menerjang. Namun, detik ini saya merasa jalan yang saya lalui sedikit mengganjal.
"Saya ingin keluar dari lubang ini. Saya ingin kembali." Tapi apa yang terjadi? Hanya pantulan suara sendiri yang terdengar. Saya meringkuk di pikiran, berusaha memecahkan racauan ini. "Mbuhlah, mungkin sudah terlambat." batinku. Seketika muncul teman di atas lubang. Dia memberikan uluran tali kepadaku. "Ayo pegang talinya. Aku akan membantumu keluar," katanya.
Tali telah berada dihadapan, kemudian saya memegangnya erat. Perlahan tarikan mulai terasa, saya terangkat. Saya naik!" Perasaan bahagia muncul. Muncul seketika! Saya kembali merendah, merendah, hingga kaki saya mampu menapak ke bawah. Menyadari jikalau saya kembali ke tempat semula, sesak terasa. "Saya benar-benar tidak bisa keluar dari sini." Mendengar gaungan suara saya, teman saya menjawab. "Maaf teman, talinya putus. Akan ku coba cara lain, agar kamu bisa keluar. Tapi maaf, aku harus pergi jauh dari area ini."
"Teman, jangan tinggalkan saya." Suara saya mendapat jawaban, hening.
-XOXO-
Senja menampakkan semburat jingga di ufuk barat. Seperti biasa, jalanan dipadati oleh kendaraan bermotor. Mobil, truk, sepeda motor berjejalan di jalan. Mereka berusaha mencapai titik akhir dari perjalanan. Titik dimana semua beban di kampus ataupun di kantor melayang dan menguap tanpa sisa. Titik itu sering disebut rumah.
Semua orang berusaha memangkas waktu perjalanan dengan mengebut, menyalip, hingga menerobos lampu traffic light. Hal seperti itu, tidak hanya terjadi pada sore hari. Hampir di setiap menitnya, kejadian itu terus terulang. Keadaan kita yang kurang sehat dan perasaan yang tidak nyaman dalam hati, membuat amarah mudah tersulut. Saya sudah tidak heran, jika banyak pengendara mengklakson, mengeluarkan kata-kata serapah, dan lain-lain. Sudah tidak mengherankan, pejalan kaki ataupun pengendara sepeda menjadi bulan-bulanan pengendara motor. Pengendara seolah menyalahkan lambannya pejalan maupun sepeda yang melintas di jalan. Padahal, kita tahu mereka hanya memiliki ruang di kiri jalan.
Kasian sekali para pejalan dan pengendara sepeda. Mereka sering diklakson, dibleyer*(main stater motor), atau apapun itu. Saya rasa, mereka dibully oleh para pengendara bermotor. Mereka telah berada di tempat yang seharusnya mereka tempati. Mereka berjalan atau menjalankan sepedanya dengan benar, tidak menganggu orang lain. Mereka mengayuh sepeda dengan pelan, karena mereka tahu. Pelan-pelan akan menjaga keselamatan. Namun, sering kali kita memaki mereka, mencemooh mereka, mengklaim mereka-telah-menggangu-jalan-raya. Padahal kita yang salah!
Kesalahan pertama kita adalah kita sering kali merampas hak mereka. Sudah tahu, menyalip kendaraan harus di sebelah kanan. Kiri jalan, bukannlah tempat untuk menyalip. Namun, kenyataannya kita sering menggunakan tempat tersebut. Kedua, trotoar yang identik dengan pejalan kaki, sering dijadikan lahan parkir. Sekali lagi, kita merampas hak mereka. Ketiga, kita tahu semua orang memiliki hak yang sama, terlebih di jalan. Semua berhak menggunakan fasilitas publik (jalan raya) tanpa terkecuali. Namun, kita sering egois dan ingin menang sendiri. Mendahulukan diri, tanpa mau memberi kesempatan pada orang lain. Contohnya ketika ada orang ingin menyebrang. Saya rasa penyebrang jalan akan memasang mata awas dan waspada ketika menyebrang. Jika tidak, nyawa bisa melayang.
Dewasa ini, menyebrang membutuhkan kesabaran dan waktu yang relatif panjang. Mengapa demikian? Jawabannya singkat, tidak ada yang ingin mengalah.
Lihat saja, sudah tahu di depan ada orang ingin menyebrang, pengendara motor semakin gencar menstater motornya. Jadi, siapa yang salah? Ya, jelas kita yang tidak mau mengalah.
XOXO
Semua orang berusaha memangkas waktu perjalanan dengan mengebut, menyalip, hingga menerobos lampu traffic light. Hal seperti itu, tidak hanya terjadi pada sore hari. Hampir di setiap menitnya, kejadian itu terus terulang. Keadaan kita yang kurang sehat dan perasaan yang tidak nyaman dalam hati, membuat amarah mudah tersulut. Saya sudah tidak heran, jika banyak pengendara mengklakson, mengeluarkan kata-kata serapah, dan lain-lain. Sudah tidak mengherankan, pejalan kaki ataupun pengendara sepeda menjadi bulan-bulanan pengendara motor. Pengendara seolah menyalahkan lambannya pejalan maupun sepeda yang melintas di jalan. Padahal, kita tahu mereka hanya memiliki ruang di kiri jalan.
Kasian sekali para pejalan dan pengendara sepeda. Mereka sering diklakson, dibleyer*(main stater motor), atau apapun itu. Saya rasa, mereka dibully oleh para pengendara bermotor. Mereka telah berada di tempat yang seharusnya mereka tempati. Mereka berjalan atau menjalankan sepedanya dengan benar, tidak menganggu orang lain. Mereka mengayuh sepeda dengan pelan, karena mereka tahu. Pelan-pelan akan menjaga keselamatan. Namun, sering kali kita memaki mereka, mencemooh mereka, mengklaim mereka-telah-menggangu-jalan-raya. Padahal kita yang salah!
Kesalahan pertama kita adalah kita sering kali merampas hak mereka. Sudah tahu, menyalip kendaraan harus di sebelah kanan. Kiri jalan, bukannlah tempat untuk menyalip. Namun, kenyataannya kita sering menggunakan tempat tersebut. Kedua, trotoar yang identik dengan pejalan kaki, sering dijadikan lahan parkir. Sekali lagi, kita merampas hak mereka. Ketiga, kita tahu semua orang memiliki hak yang sama, terlebih di jalan. Semua berhak menggunakan fasilitas publik (jalan raya) tanpa terkecuali. Namun, kita sering egois dan ingin menang sendiri. Mendahulukan diri, tanpa mau memberi kesempatan pada orang lain. Contohnya ketika ada orang ingin menyebrang. Saya rasa penyebrang jalan akan memasang mata awas dan waspada ketika menyebrang. Jika tidak, nyawa bisa melayang.
Dewasa ini, menyebrang membutuhkan kesabaran dan waktu yang relatif panjang. Mengapa demikian? Jawabannya singkat, tidak ada yang ingin mengalah.
Lihat saja, sudah tahu di depan ada orang ingin menyebrang, pengendara motor semakin gencar menstater motornya. Jadi, siapa yang salah? Ya, jelas kita yang tidak mau mengalah.
XOXO
Wooii!! Kalo kamu ngerasa masih jadi cowok, jangan klemar-klemer dong!
Kalo kamu masih mau jadi cowok, jangan ngandelin cewek aja!
Cowok itu harus punya tanggung jawab, bukannya melepaskan tanggung jawab.
Malu dong, jadi cowok nggak bisa tanggung jawab.
Pake rok aja, sana. Tak pinjemin kalo nggak punya :o
XOXO
Kalo kamu masih mau jadi cowok, jangan ngandelin cewek aja!
Cowok itu harus punya tanggung jawab, bukannya melepaskan tanggung jawab.
Malu dong, jadi cowok nggak bisa tanggung jawab.
Pake rok aja, sana. Tak pinjemin kalo nggak punya :o
XOXO
Hello blogger~
Do you know the crabs? Generally, the people in the word knew that animal has many tweezers. It included in crustacea class. Yeeah, when i was studied in tenth class senior high school, i get that material discussed about it. If i remember past time, my thought surrounded one thing. That is biology.
Biology is one of the required material in my school. Oh really, i dont like it. In my opinion, the biology identical with the rote. Many subject or subbab in the syllabus, and i must absorb it like sponge. As much as possible with my ability and my circumstances.
Biology is very different with other lesson. Physics and Chemistry is an integral lesson in science major class. I want to join with that class. So, like or dislike i always stay with biology. Although in the last year school (new college-red), i never studying it again. I decided to join in social class. My goals are get away to first choice courses. But, God hasn't blessed me. Now, im studying in Social Welfare and Development courses. Actually i feel it closer with my first choices. And then im happy, im not only get one material but i can get many new knowledge. :) Thank God, you had lead me in this way :)
Fight! Don't complain again! And be grateful :)
XOXO
Do you know the crabs? Generally, the people in the word knew that animal has many tweezers. It included in crustacea class. Yeeah, when i was studied in tenth class senior high school, i get that material discussed about it. If i remember past time, my thought surrounded one thing. That is biology.
Biology is one of the required material in my school. Oh really, i dont like it. In my opinion, the biology identical with the rote. Many subject or subbab in the syllabus, and i must absorb it like sponge. As much as possible with my ability and my circumstances.
Biology is very different with other lesson. Physics and Chemistry is an integral lesson in science major class. I want to join with that class. So, like or dislike i always stay with biology. Although in the last year school (new college-red), i never studying it again. I decided to join in social class. My goals are get away to first choice courses. But, God hasn't blessed me. Now, im studying in Social Welfare and Development courses. Actually i feel it closer with my first choices. And then im happy, im not only get one material but i can get many new knowledge. :) Thank God, you had lead me in this way :)
Fight! Don't complain again! And be grateful :)
XOXO
Sudah sejak bulan lalu, saya ingin memosting beberapa gambar yang aku potret dari koran.
Mencengangkan sekali jika membaca barisan kata yang ada di dalam foto. Barisan kata menarik perhatian saya.
"Minat baca orang Indonesia ada pada 0,01%"
Budaya membaca di Indonesia sepertinya masih sulit diterapkan. Bagaimana kita ingin menerapkan membaca? Jika saat kita membawa atau membaca buku, kita ditegur sok pinter, sok rajin, cieeh rajin, dan teguran lainnya. Itu tadi contoh sederhananya.
Mengutip kata-kata dari dosen yang intinya:
Sekarang ini mahasiswa, bawaannya bukan buku lagi. Jarang sekali melihat mahasiswa membaca buku di area kampus. Padahal kampus sebagai tempat mencari ilmu.
Melihat orang sedang membaca buku di area kampus maupun sekolah, harusnya menjadi hal yang wajar atau biasa. Namun, kebanyakan orang menganggap hal yang tidak biasa-tepatnya tidak menjadi kebiasaan-.
Padahal, membaca itu bisa semakin menguatkan pandangan kita mengenai suatu hal. Kita juga bisa memperoleh jutaan ilmu maupun pengetahuan. Lihatlah Quotes di bawah:
Yuk mulai menyukai membaca~ Semoga dengan kita memulai menyukai dan membiasakan membaca menjadi kebiasaan, nantinya akan melembaga~ Tentunya mampu menaikan peringkat ini. Miris banget lihat angkanya -__-
Baca yukkk!!
XOXO
Satu setengah semester telah
terlewati, dunia makin monoton. Hidup
seperti kekurangan pastel atau pensil berwarna. Aku merasa ada yang
kurang, entah apa itu? Aku belum mampu menjelaskan dan menggambarkannya.
Waktuku tersita untuk memikirkan hal itu. Jadi, aku membekukannya secara paksa.
Ada kalanya membekukan sesuatu itu penting dan dibutuhkan.Penting? Penting untuk (mencoba) membuang hal-hal yang nggak pengen diperdalam. Dibutuhkan untuk melegakan perasaan daripada galau. Aku memang terkesan ingin lari dari masalah itu. Person blame approach gitulah.
Im the problem and the problem solve is me too.
But,
i never thought to solve it. Njuk aku ra
ngerti kudu piye?* Lalu aku tidak tahu harus berbuat apa?-red. First point and the lastest, I just let it go. My life go
on~.
Lalalala
dengan kekuatan matahari, bulan, dan bintang bersatu. Lenyaplah semua yang
mengganjal~ Cling..
XOXO