"Liburan ke mana bareng, yuk!" ajak salah satu temanku beberapa bulan lalu di tahun 2017.
Jika dihitung dengan jari, terakhir aku keluar kota pada Agustus atau September 2017. Itu pun rasanya bukan liburan karena ke Jakarta. Seperti orang pada umumnya, saat menerima tawaran untuk liburan ada beberapa kriteria di antaranya kapan libur? Lokasinya ke mana? Sama siapa?
Kami tepatnya, aku dan beberapa temanku mulai menyusun rencana liburan.
Pertama, tentukan lokasi wisata yang ingin dituju. Kami sudah mendaftar beberapa lokasi wisata mulai dari tempat terdekat, pulau seberang, hingga luar negeri.
Kedua, pastikan tanggal libur ada dalam genggaman. Nggak mungkin kan libur karena bolos kerja *sebenarnya mungkin tapi tidak disarankan.
Ketiga, pastikan poin satu dan dua dapat! Lalu cari akomodasi dan itinerary serta penginapan di lokasi tujuan. Sebelum memesan beberapa tiket dan penginapan, ada baiknya kamu memilih model atau gaya berliburmu. Beberapa orang cenderung lebih suka liburan hemat ala backpacker namun tak sedikit pula yang rela merogoh kocek dalam untuk liburan.
Keempat, berdoa dan niat liburan. Jangan lupa minta restu ke orang terdekat termasuk orangtua. :)
Beberapa hal di atas jadi poin penting dalam merencanakan liburan. Nah dari poin-poin tersebut, aku dan teman-temanku akhirnya menyusun liburan. Kami memutuskan untuk liburan ke Banyuwangi, Jawa Timur. Alasan kami memilih berlibur ke Banyuwangi karena kami semua belum pernah ke sana. Selain itu, Banyuwangi menyimpan beragam destinasi wisata alam yang unik.
sumber: asliindonesia.net |
Setelah menentukan destinasi liburan, kami mencari tanggal libur panjang. Maklum belum punya cuti seperti pekerja kantoran lainnya. Akhirnya kami mendapatkan tanggal yang tepat, yaitu saat Maulid Nabi pada awal Desember 2017. Setelah menentukan jadwal, kami mencari tiket murah dan rencana liburan.
Aku mencoba menawarkan untuk mencoba ikut open trip yang ditawarkan oleh sebuah travel. Lokasi tujuannya adalah Banyuwangi. Namun demikian, tanggal open trip yang dijadwalkan tidak sesuai dengan rencana liburan kami. Akhirnya kami memutuskan untuk private trip tapi dengan travel yang sama.
Saya menyarankan kepada kalian untuk tidak memilih private trip karena fasilitas yang ditawarkan lebih sedikit namun harga lebih mahal.Rekomendasiku coba kamu ajak temanmu yang bisa nyetir kemudian carter mobil di Banyuwangi. Rasanya hal tersebut lebih fleksibel dan tentunya hemat. Jangan khawatir kesasar, ada Gmaps atau Waze kok!
Kami memilih untuk private trip karena jadwal yang tak sama dengan rencana liburan dan kedua karena kami nggak ada yang bisa menyetir. Alhasil kami memilih untuk mencari paketan liburan di Banyuwangi agar lebih mudah dan nyaman. Bermodal paket liburan private trip senilai Rp 350.000, kami akhirnya meluncur ke ujung timur Pulau Jawa. Harga tersebut belum termasuk tiket PP Jogja-Banyuwangi dan penginapan.
Baiklah, saya akan merinci satu per satu biaya yang dikeluarkan untuk liburan Banyuwangi. Yeay!
Paket private trip Banyuwangi ini memiliki fasilitas penjemputan dari Surabaya. Jadi kami pun meluncur dari Jogja ke Surabaya terlebih dahulu. Transportasi yang kami gunakan adalah kereta api! Beruntungnya, kami mendapat tiket promo. Coba install beberapa aplikasi beli tiket secara online seperti Traveloka, Airy Rooms, atau lainnya. Hal tersebut sangat membantu untuk mendapatkan info promo tiket murah.
Kami mendapat tiket kereta api Jogja-Surabaya sebesar Rp 70.000-an *lupa angka pastinya. Kemudian mendapat tiket Surabaya-Jogja seharga Rp 70.000-90.000. Terjangkau, kan? Jadi kalau ditotal untuk akomodasi PP sebesar Rp 150.000. Sementara itu, kami juga menyewa penginapan harian lewat apliasi Airy Rooms. Sekamar diisi oleh dua orang yang akhirnya hanya keluar sekitar Rp 50.000-an per anak. Menyewa penginapan sengaja dilakukan karena kami masih ada waktu cukup untuk bermalam di Surabaya.
Sebelumnya, saya bersama keempat temanku yang terdiri atas dua teman kantor (Mbak Septi dan Mbak Oliv). Kemudian saya mengajak teman kuliah (Ita) dan teman SMA (Mei). Awalnya mengajak teman paguyuban semasa kuliah juga namun akhirnya dia menolak dengan alasan mau pulang dan baru dapat kerja. Baiklah~
Kami semua antusias menyambut hari H liburan. Menjelang keberangkatan, kebahagiaan perlahan memudar dengan berbagai kondisi yang silih berganti muncul. Ada masalah badai Cempaka dan Dahlia yang membuat Jogja mendung dalam beberapa hari. Kemudian, disusul kekhawatiran masing-masing tentang kondisi alam yang tak bisa diduga. Akhirnya, salah satu temanku bernama Mbak Oliv harus mengundurkan diri dari kepesertaan trip. Doi sakit dan bedrest menjelang keberangkatan. Bukan tanpa alasan, doi sakit karena guyuran hujan ekstrem yang melanda Jogja dalam beberapa hari. Hiks sediiiiiih.... Padahal Mbak Oliv yang semangat ngajakin kita dan nyusun rencana ini.
Kami memutuskan untuk berangkat dari Yogyakarta hanya berempat.Ada pengalaman baru yang kami rasakan selama berjalanan menuju Surabaya. Perjalanan kami dari Yogyakarta menuju Surabaya sempat dialihkan di Stasiun Kertosono *semoga nggak salah*. Untuk pertama kalinya, saya mengalami pengalihan kereta seumur hidup. Kami atau penumpang dengan tujuan Surabaya harus berganti kereta Ekonomi Premium. Rejeki anak solehah namanya hihihi... Dari ekonomi yang sesak berganti menjadi ekonomi premium dengan fasilitas dan gerbong baru. Usut punya usut, penyebab pengalihan kereta karena jalur kereta di Porong terendam air. Jadinya, kereta memilih memutar arah untuk menuju pemberhentian terakhir, Banyuwangi.
Pihak Kereta Api Indonesia (KAI) membagi penumpang menjadi dua jalur. Penumpang tujuan Surabya pindah sementara Banyuwangi tetap di kereta. Meskipun dialihkan, saya bersyukur karena bisa menikmati kereta ekonomi premium yang eksklusif. Amazing!
Rencana liburan, saya dan teman-teman dijemput di Stasiun Gubeng, Surabaya. Selanjutnya ikut paket private trip yang disediakan pihak jasa travel. Kami pun melanjutkan perjalanan darat menuju Banyuwangi. Ternyata Surabaya-Banyuwangi cukup terbilan jauh, terbayang kan kerjaan saya selama di perjalanan tidur-melek-belum sampai-tidur lagi.
Pake private trip cuma menyediakan jasa makan sekali. *Itu pun di luar ekspektasi banget kalau diinget-inget. Perjalanan Surabaya-Banyuwangi menghabiskan waktu sekitar 4-6 jam. Kami mampir ke sebuah rest area. Kami membeli makan malam di luar biaya trip. Kemudian melanjutkan perjalanan hingga Kawah Ijen.
Kami tiba di titik pendakian Ijen lebih cepat, yaitu sekitar pukul 00.00 WIB. Kata mas Abi (tour guide), biasanya mendaki sekitar pukul 01.00-02.00 WIB. Kami pun mempersiapkan diri sembari menunggu waktu di parkiran mobil. Kami kira paket private trip ini akan disediakan tour guide yang menemani pendakian hingga puncak Ijen.Sungguh disayangkan dan disesalkan, paket trip ini nggak ada tour guide. Al hasil, saya dan ketiga teman naik Ijen sendirian. Maksudnya tanpa guide .
Jika biasanya orang yang terbiasa mendaki gunung hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk sampai ke puncak Ijen. Lain halnya dengan 'geng ciwi-ciwi' ala kami yang naik gunung terbilang jarang. Kami tergolong
Sementara itu, si Ita tergolong paling niat dan patut dicontoh pembaca semua. Doi sempet-sempetin nge-gym buat naik Ijen. Nah kalau Mei masih lebih baik usahanya, doi tiap hari berusaha untuk menyempatkan latihan fisik meskipun cuma 10 menit.
Kami semua nggak nargetin puncak apalagi nonton blue fire yang konon katanya cuma ada di waktu tertentu. Pupus harapan kalau denger itu. Sebenarnya, kami semua sebelum berangkat mendaki sudah mencari tahu medan dan situasi pendakian Ijen. Banyak orang bilang medannya cukup menanjak sekitar tiga kilometer. Sempat khawatir, duh bisa nggak ya? Akhirnya Bismillah!
Kami berangkat menuju titik start sekitar pukul 01.00 WIB. Saya pribadi masih senyum-senyum dan memasukan kedua tangan ke saku jaket.
"Wah masih lancar, nanjaknya kayak apa ya?"
Pernyataan tersebut perlahan terjawab dengan jalur pendakan yang gelap penuh kabut dan tanjakan yang bikin dada sesek. Kami akhirnya mengurangi kecepatan dari satu per satu mulai ngos-ngosan. Dari awal udah yakin, kondisi fisik pasti bakalan ribut karena kurang persiapan. Kami pun akhirnya bentar-bentar berhenti. Mengatur napas, minum air putih, atau saking nggak sanggupnya istirahat duduk. Kami saling sepakat, "bilang kalau pengen istirahat. Kita semua nungguin."
Atas izin Allah SWT, doa orangtua, dan prinsip 'udah jalani aja' sampailah kita di puncak Ijen. Horaaaaaaaay! Kami berempat takjub akhirnya bisa juga sampai puncak *nangis terharu*. Sejak awal kami udah keder sendiri dan nggak yakin bakal bisa sampai puncak. Namun siapa sangka, berkat penjual masker, pendaki lain, tukang ojek dorong yang bilang "tinggal dua kilometer lagi." Akhirnya menginjakkan kaki di puncak juga. Kami semua tahu dua kilometer itu dusta tapi justru jadi motivasi.
Oiya, kalau kamu nggak mau capek mendaki tapi ingin sekali melihat puncak dan kawah Ijen? Jangan khawatir! Di sana banyak bapak-bapak yang menyediakan jasa ojek dorong (aku lupa namanya apa?--__--V mohon maaf). Sebelum memutuskan untuk menyewa jasa Pak Ojek, sebaiknya pastikan keuanganmu sebulan udah aman. Mengapa? Jasa ojek dorong menuju puncak dibanderol sekitar Rp 600.000-an. Cukup untuk yang kantongnya aman aja ya... Hehhehe
Kami yang modal pas-pasan bisa apa? Selain memberi jalan pada bapak-bapak ojek perkasa yang membopong orang di tanjakan. Salut sama bapak ojeknya!! "Aku yang jalan nanjak aja lelah~" batinku.
Kami menghabiskan waktu sekitar dua setengah jam. Menurut Mei yang dari awal udah rajin tengok jam. Bagi kami, dua setengah jam adalah waktu yang tak sebentar tapi sangat mengapresiasi. AKHIRNYA BISA JUGA! SAMPE JUGA! Eits tapi baru sampai di puncak ya............................
Kawah Ijen dan Blue Fire
Sudah sampai di Puncak Ijen, kami semua diberikan dua pilihan. Satu, melihat blue fire atau kawah dari dekat atau udah di puncak aja. Bagi kamu yang ingin melihat kawah lebih dekat, setelah dari puncak kamu harus menuruni jalan sempit nan terjal berbatu untuk sampai ke kawah. Saya dan teman-teman berencana melihat kawah lebih dekat. Namun demikian memilih bertahan di puncak lantaran jalanan terjal dan banyak orang berlalu lalang. Oh dear, kerumunan wisatawan dengan jalan setapak yang sempit dan terjal. *cukup menyeramkan*
Kami akhirnya memilih spot menunggu sunrise. Tak sembarangan memilih lokasi menunggu matahari, kami juga memilih tempat yang kawah dan blue firenya terlihat. Alhamdulillah, saya melihat api biru abadi. *bahagia*
Matahari pun bersinar terang. Hawa dan suasana puncak Ijen cukup dingin tapi sangat sejuk.
Kami pun menikmati suasana Puncak Ijen yang syahdu. Enak banget hawanya...... Menikmati pemandangan adalah hal yang nggak boleh dilewatkan setelah pendakian penuh drama. Mampir ke Ijen nggak lengkap kalau tidak mengabadikan dalam bidikan foto. Beruntung ada si Ita yang membawa perlengkapan kamera paling komplet.
Perjalanan atau pendakian Ijen ini menyadarkan ku banyak hal. Pertama, apa yang kamu takutkan dan rasa pesimismu akan kalah dengan tekad dan aksi. Kedua, semakin banyak bersyukur, sehat itu anugerah. Ketiga, jangan remehkan kekuatan yang ada dalam dirimu. Rasanya seperti ditampar keras bikin jantung makdeg!
Selepas foto-foto ala-ala. Kami pun turun dengan selamat dan pliket. Setelah tiba di lokasi awal pendakia, kami menyantap sarapan. Huuuuuu balik lagi ke topik awal yang sempat ku bahas di atas.
Pake private trip cuma menyediakan jasa makan sekali. *Itu pun di luar ekspektasi banget kalau diinget-inget. Yap, kami disediakan sarapan di warung kecil di dekat parkiran mobil Kawah Ijen. Entah kenapa mood saya turun dan bertekad tidak akan menggunakan trip jasa ini lagi. Hiks
Lokasi selanjutnya adalah Taman Nasional Baluran. Akan tetapi ada baiknya tulisan Baluran dilanjut di postingan selanjutnya ya! Ini curhat pengalamannya udah terlalu panjang~
Sekian!
XOXO