Ini tulisan ke-19 dari kumpulan Cerita Vindia di tahun 2019. Sebelumnya, kamu bisa baca tulisan lain di sini.

Photo by Christian Wiediger on Unsplash

19 Januari 2019. 

Selamat malam minggu!

Bicara soal malam minggu, kali ini aku ingin berbagi pesan yang membekas dari mendiang guru SMP-ku. Dalam suatu sesi pelajaran IPA, beliau pernah mengungkapkan bahwa ketika malam minggu tiba ada baiknya dihabiskan dengan waktu senang-senang.

"Akhir pekan, kalau jatahnya libur. Nggak usah belajar. Main aja sepuasnya," intinya begitu pesannya.

Aku sepakat dengan pernyataan dari guru tentang bagaimana cara menghabiskan akhir pekan? Sejujurnya, tidak ada yang spesial dengan hari Sabtu. Aku lebih memilih menghabiskan waktu di rumah dan bersantai. Anak rumahan banget ya?

Sampai akhirnya dalam sebuah obrolan dengan teman, ia menyimpulkan tentang kebiasaanku.

"Ya gimana dong, kamu belum menemukan aja enaknya keluar pas weekend."

Dengan kata lain bilang, "nggak ada yang ngajakin pasti." Wwkwkwk

Bener juga apa yang dikatakan temanku. Wkwkw 

Aku sekarang keluar kalau ada keperluan atau ajakan teman. Selebihnya, udah di rumah aja. Tuh setrikaan banyak :p

Jadwal minggu ini emang dihabiskan untuk qerja. Udah nggak sambat-sambat lagi kalau weekend masuk. Lebih baik mikirin bagaimana membuat hati happy. Beli jajan, goleran di rumah, nonton drama, main sama teman, ngopi, atau nonton pakai voucher.

"Bahagia itu nggak harus pake uang," kata teman.

Sabtu ini akhirnya diajak temanku yang bernama Bebe untuk nonton. Hamdallah banget, nontonnya dapet harga miring lewat Twitter. Twitter do magic emang beneran ada~ Thanks Bebe dan Twitter.

Selamat berakhir pekan!

Ini tulisan ke-18 dari kumpulan Cerita Vindia di tahun 2019. Sebelumnya, kamu bisa baca tulisan lain di sini.



18 Januari 2019.

Super happy karena akhirnya bisa balik olahraga lagi. Rasanya kayak udah lama nggak keringetan. Sekarang nulis yang agak ringan-ringan aja.

Tulisan ini aku ketik di kantor sekitar pukul 20.51 WIB. Tumben sekali kantor masih ramai oleh orang-orang.

Depanku masih ada teman yang nonton Netflix.  Lalu di samping kiri dan kanan masih menyalakan komputer karena shift malam. Lalu ada OB kantor yang main game~ Aku masih nulis blog hehe

Seharian di rumah dihabiskan dengan bersih-bersih kamar, cuci baju, dan nonton drama. Penasaran banget sama Sky Castle, akhirnya download 16 episode secara diam-diam. Niatnya nonton satu sampai berapa episode, eh ketagihan sampai lima juga.

Hanya saja, aku harus mengakui ceritanya kurang gereget di awal-awal. Aku kira drama Korea ini bakalan penuh misteri ala-ala Woman of Dignity atau Reply 1988, nyatanya biasa aja. Ada masalah kelar di awal. Sampai-sampai, aku chat teman untuk bertanya. Itu ceritanya tentang apasih? Kok bisa ratingnya tinggi.

Hmmm jawaban temanku adalah tonton aja. Nanti juga bakalan tahu~ Ada teori-teorinya di episode 14. Oke akhirnya aku melanjutkan nonton sampai tujuh episode. Doakan betah yaaaaa~

Selanjutnya, aku tersentil dengan beberapa twit di linimasa Twitter. Beruntungnya hari ini aku buka Twitter udah jarang-jarang. Hamdallah~

Pelan-pelan Instagram juga yaaa. Aku bakalan ninggalin mereka, pelan-pelan. Fokus WhatsApp doang karena Line aja udah lama nggak dibuka. Hmmm...

Kembali ke Twitter, beberapa poin aku bagi di sini ya.

Tentang ucapan yang bisa membuat berbahaya. 

SEKILAS TERDENGAR BIASA TAPI BISA BERBAHAYA.

1. Seorang teman bertanya : 'Berapa gajimu sebulan kerja di toko itu ?".
Ia menjawab : "1,5 juta rupiah".
"Cuma 1,5 juta rupiah? sedikit sekali ia menghargai keringatmu. Apa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupmu ?".

— Elias💯 NM (@EliasAdi79) January 17, 2019

Tentang chat keluarga yang super bikin ketawa~

Main #ChatKeluarga yuk!

Tunjukin absurd-nya chat dr ortu/sodara lo yang kocak2.

Nih contohnya, nyokap gue kadang ngechat cuma manggil, lalu diem.

Atau ngechat pake emoji yang gak nyambung dengan kalimatnya.

Lo pasti jg punya chat aneh2 gini dong~

GO! pic.twitter.com/T0Ph2yXFJi

— Alitt Susanto (@shitlicious) January 18, 2019

Ini tulisan ke-16 dari kumpulan Cerita Vindia di tahun 2019. Sebelumnya, kamu bisa baca tulisan lain di sini.

"Proses selesai, tak kunjung selesai," kata Ivandeva. 

Ivandeva menambahkan bahwa orang yang biasanya menyebut dirinya selesai justru belumlah selesai. 

Udah nangkep poinnya, kan? 

Ivan mengajak kita untuk terus menikmati proses yang nggak kunjung selesai. Proses tersebut jadi bagian untuk menyelaraskan diri. Ada beberapa cara yang dikupas untuk menemukan diri selaras di antaranya:
>> Kontemplasi dengan diri sendiri.

>>Menjawab empat konsep dengan sungguh-sungguh.

>>Jangan lupa juga, kita bukanlah pemain tunggal di hidup. Ada hal lain di luar kita yang bisa memberikan pengaruh dalam hidup. Sebut saja Sang pencipta hingga orang-orang di luar kendali kita. Kalau merujuk pada buku Filosofi Teras, hal-hal di luar kendali kita.

Sering kali, kita merasa risau dengan hal-hal di luar kendali kita. Tapi Ivandeva menekankan bahwa tidak tidak boleh melupakan hal-hal di luar kita.

"Kita perlu membuat jeda ketika berupaya," jelas Ivandeva.

Ketika berupaya hal yang ditekankan adalah proses dan bukan hasil yang dijadikan klaim. Ketika demikian, kita akan merasa lebih bersyukur dengan proses yang sedang dijalani.

Ketika mengalami kegagalan, kita tidak akan dirisaukan. Gagal sendiri terjadi karena apa yang kita harapkan tidak terwujud.  Sementara kalau kita sudah merasa selaras, kita lebih mengharapkan pada proses.

Kalau sedang merasa gagal alias ekspektasi nggak sesuai dengan realita, pasti kita bakal merasa sedih, kecewa, bahkan marah. Kalau sudah begitu, Ivandeva mengusulkan untuk berjeda. 

"Kita perlu berjeda. Paling tidak satu helaan napas," katanya dalam podcast.

Setelah menghela napas, Ivan menambahkan, "emang yang ngasih napas siapa?"

Ivan menjelaskan bahwa satu helaan napas menjadi refleksi diri.

"Kalau masih bisa bernapas, berarti masih punya kesempatan," jelasnya.

Kita masih bisa bernapas berarti kita masih diberi kesempatan sama Tuhan untuk memperbaiki diri.


Podcast kali ini sungguh menyentil perasaan galau yang sedang dialami. Kalau aku masih diberi napas berarti aku masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri. Masih bisa mengubah nasib. Jangan bersedih lagi, yuk~

"Setiap dari kita pasti ditunggu. Ditunggu untuk memudahkan orang lain," adalah kata-kata yang membuat aku pribadi lebih berguna sebagai manusia.


Di akhir kesempatan, aku mendengarkan kutipan yang nggak kalah menyentil.

"Terus berusaha tanpa mengharuskan. Terus berserah tanpa bermalasan," pungkasnya.