Bagi sebagian besar orang yang mulai mengenal kata investasi, pasti ujungnya bakal mendengar kata saham. Apalagi sekarang lagi gencar dikampanyekan Belajar Nabung Saham. Dalam beberapa tahun terakhir gerakan nabung saham begitu masif apalagi mulai banyak financial planner ataupun akun media sosial membahas soal saham.
Sebelum terjun ke dunia pasar modal, tentunya ada langkah-langkah yang sebaiknya diketahui orang pada umumnya. Apa aja sih?
Menurut pengalamanku, saham itu merupakan investasi jangka panjang dengan risiko tinggi. Ibarat kata nih, kamu punya uang Rp 10ribu dan kamu punya rencana besar dengan nominal tersebut di masa mendatang.
Bagi sebagian orang, uang Rp 10ribu itu akhirnya diinvestasikan untuk mendapatkan imbal hasil yang baik di masa mendatang. Nah imbal hasilnya ini nggak bisa dengan instan didapatkan~ Meskipun saham bisa dengan mudah mendapatkan cuan atau untung dalam waktu singkat lewat trading, pada akhirnya saham cocok untuk investasi jangka panjang.
High risk high profit. Semakin tinggi risiko semakin besar profit yang bisa didapatkan. Kamu bisa dapat untung dalam waktu cepat tapi kamu juga bisa rugi besar lho~
Saham itu termasuk investasi dengan risiko tinggi. Udah tahu modelan begitu, ada baiknya kamu tahu profil risikomu. Kamu tipe manusia seperti apa? Kalau kamu berpikir uang investasimu bisa rugi hingga cutloss dalam jumlah besar tapi kamu masih bisa hahahihi—itu pas banget masuk kepribadian yang cocok menginvestasikan uang ke saham.
Kendati demikian, banyak pula yang tak bisa menerima risiko besar dalam investasi. Jadi kepikiran banget sama portfolio yang minus sampai mengganggu kehidupan~ Kalau kamu merasa seperti itu, kamu cocoknya di air. Eh maksudnya nggak cocok sama saham.
Setelah mengenal profil risiko, coba cek dulu. Kamu punya uang apa nggak?😂 Kenapa ku bertanya demikian? Tentunya karena saham butuh uang dan besaran tersebut sebaiknya uang sisa atau bukan uang untuk kebutuhan.
Jadi guys, sebelum investasi. Ada baiknyaaaa kamu mempersiapkan beberapa bagian dalam cashflow antara lain biaya kebutuhan sehari-hari hingga dana darurat.
Kamu punya uang pasti digunakan yang pertama untuk kebutuhan sehari-hari. Lalu tak lupa menabung hingga menyiapkan dana darurat. Nah kalau ada sisa, baru deh investasi. Jadi prioritas pertama pemenuhan kebutuhan sehari-hari, menabung dana darurat hingga hura-hura.
Biaya sehari-hari 👌
Dana darurat👌
Sedekah atau beramal👌
Lalu investasi👌
Setelah memgetahui profil risiko dan tahapan mengelola uang, kalau masih ada sisa. Ya hayuuuuk gas~ Banyak dari mereka yang akhirnya terjebak dengan investasi saham karena ikut tren atau emang beneran penasaran. Kadang di sisi lain mikir, kalau nggak sekarang harus nunggu kapan invest?
Nggak salah pikiran ituuuu!
Aku pun memilih mulai dari nominal kecil. Nyobain saham dan ternyata pepatah sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit👌 Aku belajar sambil jalan. Nyoba nyisain sepersekian uang untuk investasi. Tentunya setelah dibagi-bagi dana darurat, keperlum pribadi, dll.
Jadi hal yang harus dilakukan sebelum investasi saham adalah riset dan siapkan uang ataupun mental😂 Cek profil risikomu dan jangan lupa terus baca-baca. Terakhir cobain dong lalu evaluasi.
foto: unsplash |
Kenal saham pertama kali dari teman kuliah. Ada beberapa teman ngobrol asyik soal saham. Mereka bercerita soal grup di Line yang isinya seputar saham dan bitcoin. Penasaran jadi modal awal buat gabung ke grup. Minta tolong teman untuk masukin ke grup. Masih jadi silent reader karena beneran nggak paham banget sama istilah-istilahnya.
Lebih jauh, sebagai first jobber, aku punya banyak keinginan namun modal yang terbatas. Apalagi income yang nggak besar, aku harus pintar mengolahnya. Dari beli buku soal manajemen finansial sampai praktek langsung, diriku haus akan informasi. Makin tertarik dengan informasi dan manajemen keuangan, lalu jiwa mudaku tersulut. *Teringat cita-cita dulu ingin masuk jurusan ekonomi/manajemen karena ingin mengatur uang*
Berhubung teks yang ada di buku kurang berkaitan dengan realita kehidupan, akhirnya mulai cari info-info di media sosial. Dari situ kenal, Jouska yang kasus viral di media sosial soal gaji habis buat kopi. Pasti kalian udah baca atau sekadar mendengar, kan?
Berasal dari Jouska, aku mulai ikut workshop soal finansial dan investasi. Dulu Jouska pernah mengadakan workshop ke kota-kota tertentu, salah satunya Jogja. Yeay! Nggak pikir panjang, langsung daftar. Dengan harga Rp 250.000, aku dapat pengetahuan banyak soal investasi, manajemen keuangan, produk investasi, hingga ekonomi makro. Pusing sih, tapi seneng!
Baca juga:13 Pelajaran hidup yang diperoleh di tahun 2018.
Pada workshop tersebut, peserta diberi kesempatan untuk mendaftarkan akun sekuritas untuk buka akun untuk jual beli saham. Nggak ingin menyiakan kesempatan, aku ikut daftar. Prosesnya agak lama, karena nggak ke sekuritas langsung. Setelah itu, muncul email soal pendaftaran akun sekuritas dan rekening dana nasabah (RDN) yang digunakan untuk rekening transaksi saham.
Beberapa hari selanjutnya-setelah aktif, aku dapat paket dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Mereka mengirimkan kartu tanda investor. ........................... (lupa namanya apa, tapi warnanya merah). Wew, baru ngeh ternyata ada kartunya ya..
Lanjut dari situ, aku masih nggak ngerti cara beli dan jual saham. Sekadar punya aja dan nggak tahu cara makainya. Lol! Lalu pernah ngobrol dengan temanku, ia bercerita ikut kelas Yuk Nabung Saham yang diadakan oleh TICMI di Jakarta. Sejak saat itu, aku cari tahu apa itu TICMI dan adakah kelas serupa di Yogyakarta?
TICMI itu semacam lembaga atau sekolah pasar modal untuk pelatihan dan sertifikasi. Buat pemula, ada banget kelasnya. Nggak cuma TICMI, lembaga seperti IDX juga rutin mengadakan kelas pengenalan saham setiap bulan. Aku mengikuti kelas yang diadakah oleh IDX Jogja bernama Sekolah Pasar Modal.Tahu itupun dari temanku bernama Inur.
Ikut Sekolah Pasar Modal
Ternyata, harga dan kelas pengenalan saham cukup terjangkau. Cuma dengan uang Rp 100.000, aku sudah bisa ikut kelas Sekolah Pasar Modal. Buat info lengkapnya bisa cek di linknya langsung ya. Uang Rp 100.000 yang dibayarkan, nantinya akan jadi uang di rekening dana nasabah kita. Dah nggak rugi, deh!Buat persyaratan buka rekening, coba cek langsung di web ya! Seingetku, beberapa berkas yang disiapkan adalah fotokopi buku tabungan bagian depan yang ada nama dan nomor rekening, foto kopi KTP, foto kopi NPWP (jika punya), dan materai.
Belajar Analisis Teknikal dan Fundamental
Salah satu materi yang ada di Sekolah Pasar Modal adalah analisis Teknikal dan Fundamental. Jujur, nggak ngerti sama grafik, chart, dan kode-kode dari pergerakan saham. Lagi-lagi, aku penasaran dan nggak mau merasa bego karena nggak paham. Akhirnya, setelah kelas, iseng buka aplikasi sekuritas, buka chart, cari tahu soal inisial-inisial seperti EPS, DER, ROE, yang sampai sekarang masih kebolak-balik.
Lama-lama jadi tahu dan paham. Secara garis besar, analisis teknikal itu melihat pergerakan harga saham dengan beragam alat. Analisis ini digunakan oleh para trader yang setiap hari menjual dan membeli saham. Beda dengan investor, mereka lebih suka menggunakan analisis fundamental. Nah analisis fundamental ini menggunakan beberapa indikator yang aku sebutkan sebelumnya, seperti EPS, DER, ROE, dan lain-lain.
Berhubung aku anak bawang, aku juga membekali informasi lewat grup-grup WhatsApp, Telegram, beli buku, dan diskusi bareng teman yang udah lebih dulu terjun di saham. Temanku dengan sabar mengajari, alat apa yang digunakan untuk analisis teknikal. Istilah-istilah asing, cara beli dan jual saham, dan lain-lain. Thanks to Janu!
Praktik Langsung
Tentu sebagai anak bawang, nggak bisa dilepas sendiri. Kebanyakan tanya sama teman sampai lihat tutorial di YouTube. Pokoknya, jangan malu bertanya ya!
Setelah mulai tahu siklus dan cara kerja saham, senang sekali melihat portfolio (saham yang kita miliki) berwarna hijau. Dari situ, jadi kegirangan buat beli lagi, lagi, dan lagi. Kecanduan~
Cuma, sebagai seorang investor pemula. Kita juga nggak boleh lupa soal risiko. Saham dikenal sebagai investasi jangka panjang yang punya risiko besar dibanding jenis investasi lain. Oleh sebab itu, jangan sedih kalau sahammu sedang merah alias cut loss. Paling buruk, pengalamanku setahunan belajar adalah cut loss di atas 29 persen. Itu pun saham gorengan yang ku beli dengan jumlah lot sedikit. Jadi ku santayyy aja, nggak sedih-sedih amat.
Belajar Saham Membuka Cakrawala
Sejujurnya, saham itu nggak cuma belajar saham doang. Kamu bakal belajar manajemen keuangan, ekonomi makro, kebijakan negara, hubungan internasional antarnegara, dan mantengin berita.
Baca juga: Ngobrolin gaji, nabung, dan kebiasaan sebulan versi cewek dan cowok
Seru dan menyenangkan. Apalagi sekarang, terbuka luas buat cari tahu soal cara berinvestasi saham. Setiap daerah ada komunitasnya yang bisa diikuti. Kalau nggak sempet atau nggak punya waktu, bisa dengerin podcast, buka YouTube, dan lain-lain.
Stigma Saham
Aku juga ingin berbagi cerita soal pengalamanku berinvestasi saham. Jujur, nggak selalu manis seperti kampanye dan kisah sukses yang ada di buku-buku. Selain pernah cut loss gede, aku pernah mendapat stereotip bahwa saham itu riba. Saham itu ketinggian buat cewek. Cewek itu harusnya, nggak belajar saham. :"))))))))) Oh dear, sedih dengarnya. Pengen adu argumen tapi bodo amat deh. Dari awal kita emang beda!
Padahal dalam benak, waktu awal-awal belajar saham. YA ALLAH, KENAPA W BARU BELAJAR SEKARANG YA! TELAT HUHUHU. COBA DARI DULU!
Setelah ngegas sedih, lalu menenangkan dengan kata-kata.
"NGGAK ADA KATA TERLAMBAT BUAT BELAJAR!!!!!!!!!!!!!!11!!"
Jangan takut sama saham, saham itu bisa dipelajari. Ada ilmunya, kalau takut itu riba, monggo baca-baca lagi dan yakinkan dirimu. Ada banyak saham yang masuk kategori Syariah kok! So why did you worry?
Kalau mau belajar, diskusi, atau sharing. Aku membuka kesempatan dengan luas!
foto: dokumen pribadi saat kesasar |
5 Januari 2019.
Selamat malam minggu dan selamat akhir pekan.
Adakah di antara kalian yang merasa minggu ini begitu cepat?
Masuk hari Rabu, Kamis, Jumat, dan sampai juga di akhir pekan.
Sungguh cepat ya~
Ngobrolin soal akhir pekan, kamu biasanya ngapain aja? Rutinitas yang biasa aku dihabiskan tiap Sabtu adalah...................................................
kencan❌
Malam mingguan ❌
Hangout sama teman ❌
Nyuci dan setrika baju💯 💯 💯
Ya gimana dong, libur cuma satu hari. Besok kerja lagi~
Tapi kali ini aku bukan ngomongin soal mencuci atau setrika aja. Postingan 30 hari bercerita kelima lebih menjadi perenungan.
Masih ngobrolin soal tahun baru, harapan, dan rekam jejak satu tahun ke belakang. Satu hal yang ingin difokuskan adalah kaleidoskop seputar manajemen keuangan.
Setiap hari, aku terbiasa mencatat uang keluar dan masuk. Aku punya buku kecil khusus berisi catatan uang. Udah kayak buku arisan atau rentenir gitu isinya.
foto hape gelap-gelap alhasil blitz hitz berguna |
Selain mencatat uang keluar dan masuk, akhir bulan saat payday rekapan dibuat untuk memantau keuangan sebulan ke belakang. Cukup konvensional? Benar sekaliiiiiii. Aku memilih nulis sendiri daripada pakai apps. Hahaha
Pada hari Sabtu yang selo, aku membuka kembali catatan keuangan beberapa bulan terakhir. Sungguh takjub dibuatnya.
Setiap rekapan keuangan tiap bulan, aku selalu memberikan kutipan atau quote tentang kondisi keuangan bulanan.
Hahahaha kalau buka-buka lagi. Aku ingin menangissssss. Hampir tiap bulan ada kutipan yang menyebutkan, “ini kenapa bisa habis segini?”
“Sementara udah habis Rp xxxx dan tersisa Rp xxxxx. Aku kok binggung ya?”
Terselip tantangan dan quote motivasi, “yuk seminggu seratus ribu.”
Tapi paling banyak adalah kata BOROS!!!!!!!
Belum lagi pernah bulan Juni lalu, “duite turah tapi bengkak ne pengeluaran. Piye kuwi maksudte?”
Segala sambatan keuangan yang jadi quote di akhir bulan. Sekali lagi, ingin menangis rasanya..... Apakah kamu mengalami hal serupa? Mari kita perbaiki bersama! Pelan-pelan ya....
Sabtu ini aku mulai menghitung kembali pengeluaran buat evaluasi dan mencari letak kesalahan. Aku konsultasi sama teman tentang masalahku. Beruntungnya, temanku bersedia mendengarkan curhatanku dan memberikan solusi. Huhuhuhu terharuuuuuuu akutu.
Tips yang diberikan adalah....
1. Hitung lagi pemasukan dan pengeluaran.
2. Bagi pengeluaran ke beberapa post (bagian). Misalnya: zakat/sedekah, dana darurat, investasi, cicilan atau utang, pengeluaran wajib tiap bulan, sampai buat hangout atau lifestyle.
3. Well, aku ambil case bulan Desember 2018 dan mulai ku pilah-pilah.
foto sensor banget. Malu sama orang sama hasilnya...................................... |
Herannya, tiap udah over budget. Aku selalu masih ada uang buat dibelanjakan. Lha binggung sendiri akunya....
Di sisi lain ada hal positif yang bisa disyukuri. Aku punya portfolio dan beberapa aset (semoga cuan). Diam-diam aku memotong porsi besar buat bayar nabung. Iya nabung yang langsung dipotong gitu. Ya pantes rasanya kere hore mulu. Harap dimaklumi! Uang jajan kepotong langsung.
Lalu apa yang bisa ku lakukan selanjutnya?
1. Mulai tinggalkan atm di rumah. Biar kalau mau gesek atau jajan nggak jadi. Udah mulai dipraktikan bulan ini. Hahahaha kesel sendiri tapi yaudahlah ya.
2. Membagi pengeluaran dalam post-post tadi di AWAL bukan di akhir.
3. Cari tambahan uang.
4. Jajan dikurangi :(
5. Nabung buat dana darurat dulu. Gausah invest dulu. Kumpulin duit dulu, kalau udah aman baru invest lagi.
6. Semoga quote nya berganti, “alhamdulillah ada sisa buat catering.”
7. Inget target dan rencana yang ditulis buat 2019.
Evaluasi kali ini membuat aku semakin semangat! Kalau kita pengen emang harus ada yang diperjuangin. Yooooook semangat lebih baik lagi.
Akhir bulan Maret lalu, seorang temanku mengirimkan tautan sebuah aplikasi bernama 'Money Manager' di sebuah aplikasi chat. Tak ada angin dan hujan, Minggu pagi yang cerah, dia mengirimiku aplikasi seputar keuangan.
Apa mungkin maksudnya, "Vin jangan boros. Inget masa depan!"
Jawabannya, ya enggaklah.
Aku mencoba mengklik tautan yang dikirimkan temanku. Terbukalah playstore yang mengarahkan untuk mengunduh aplikasi. Tak berselang lama, aku membalas pesan temanku.
"Kamu pake itu?" Tanyaku padanya.
Aku pun mengirimkan screen capture berisi gambar aplikasi serupa dengan milik temanku.
"Dulu aku pake ijo aku," balasku.
Obrolan seputar aplikasi pengatur keuangan berlanjut. Aku pernah mengunduh dan menggunakan aplikasi bernama 'Money Lover: Budget...' Bukan tanpa sebab, sebelumnya aku mengunduh aplikasi tersebut atas rekomendasi temanku. Temanku menyebut aplikasi ini membantu mengelola dan mengatur keuangan baik pemasukan hingga pengeluaran. Apakah defisit atau surplus?
Sebagai first jobber yang baru mendapat uang bulanan sendiri. Aplikasi tersebut sangat membantu men-tracking cash flow selama sebulan. Dari situ, kita bisa tahu uang gaji digunakan untuk keperluan apa saja.
Balik lagi ke chat.
Usut punya usut, maksud dan tujuan temanku membagikan link aplikasi supaya apps miliknya bisa mendapat poin. Dengan demikian, jika ada yang mengunduh maka dia mendapat tambahan poin . Tambahan tersebut bisa membantu membuka fitur premium.
"Dasar -_-," balasku.
Beberapa bulan lalu, aku pernah membuat poling kecil-kecilan di Twitter tentang manajemen cash flow. Ya intinya, aku mengajukan pertanyaan seputar mengatur uang bulanan.
Dari situ kita tahu ada banyak macam orang mengelola uangnya. Paling sedikit sebesar 20 persen menyebutkan, "mencatat uang bulanan." Sisanya sebanyak 40 persen bilang kadang-kadang mencatat dan 40 persen sisanya memilih tidak pernah mencatat karena ribet.
Kalau aku tipe yang akan mencatat uang keluar dan masuk setiap hari dalam satu bulan. Tapi mencatat cash flow aja nggak cukup guys.
Dibilang telaten? Aku hanya menjawab, kadang! Hehehe
Seperti aku sampaikan sebelumnya, aku pernah menggunakan aplikasi 'Money Lover' di smartphone. Dasarnya anak nggak telaten, dari rajin banget input ke aplikasi tentang uang belanja hingga akhirnya kelupaan yang berujung pada unistall. Huhuhuhu. Jangan ditiru!
Pada akhirnya, aku memilih cara manual dengan mengumpulkan nota, struk, kuintansi, hingga catatan kecil uang belanja. Semua itu aku rangkum dalam buku kecil mirip 'bank plecit/rentenir'.
Alhamdulillah, beberapa bulan ini masih rajin mencatat. Duh anak manual banget sih jadinya~ Mohon maaf, aku emang anak manual yang nggak betah menatap layar smartphone lama-lama. (Ngeles).
Beda cerita dengan lawan chatku sebelumnya. Dia adalah teman kampusku yang kini bekerja di kota besar. Dia anak perantauan tapi punya rumah di kota besar (nggak tahu rumah siapa?) Dia seorang laki-laki yang telah bekerja beberapa bulan di kota besar.
Saat ku tanya, "telaten?"
Dia jawab dengan singkat, "iya."
Mari kita beri tepuk tangan yang meriah untuk temanku yang telaten ini. Ini cowok bisa telaten adalah sesuatu yang harus dibanggakan-menurutku sih. Aku pun menimpalinya dengan kata sanjungan, "mantap."
Dia berbalik bertanya kepadaku, "kenapa nggak telaten?"
Aku belum menjawab sudah ditimpali dengan chat darinya dengan nada bercanda. "Sebabnya? Udah tau kalo pengeluarannya bakal lebih gede?"
Hahahaha ini sih iya banget. Batinku.
Dalam chat Minggu pagi, dia bercerita bahwa sejak diterima kerja di kota besar, ia menggunakan aplikasi 'Money Manager'. Kurang lebih empat bulanan (kalo nggak salah ngitung atau aku yang sotoy).
Saking penasaran dan amazed dengan kebiasaan teman, aku pun kembali bertanya. "Trus selama ini cashflow-nya gimana?"
Dia menjawab singkat, "Alhamdulillah."
Jawaban singkat darinya tak memuaskan rasa penasaranku. Aku kembali bertanya, "masih bisa nabung? Berapa persen?"
*Hai temanku, mohon maaf kalau aku kepo ;).
Dia kembali menjawab, "bisa. Berhubung nggak ngekos kadang bisa 50 persen. Di Jogja gimana? 75 persen?"
Seketika aku hening sehening-heningnya........ jeng jeng jeng~ Aku kembali takjub dengan jawaban temanku.
"Kok aku jadi tertampar ya," balasku.
Aku menjelaskan maksudnya bahwa selama ini aku hanya menyisihkan sebagian penghasilanku untuk menabung. Sisanya kebutuhan sehari-hari. Kalau dihitung tidak ada angka mencapai presentase setengah dari gaji. Setdah aku nulis ini sambil sedih. Cryyyyyy....
Padahal kalau ditarik benang merah, temanku di kota besar bisa menabung karena nggak bayar kosan. Begitu pula sebaliknya, aku di sini ada rumah. Hiks..
Dia kembali bertanya sekaligus membuatku makib sedih. "Wah gimana tuh? Zaman freelance aja kadang malah utuh."
Balasanku cukup membuatku makin tersadar. "Aku kok jadi sedih siiiih. Berasa boros."
Lalu ia mencoba membantuku dengan memilah konsumsi sebulan. "Itu duitnya yg kepake buat konsumsi semua atau ada yg lain? Misal invest, asuransi, dll?"
Karena selama ini, aku hanya mencatat pengeluaran dan pemasukan. Tanpa tahu berapa persen buat hal konsumtif atau invest. Akhirnya ku jawab sekadarnya.
"Bantu ortu, beli bekal rumah tapi nabung di awal."
Sejak saat itu, aku bertekad untuk lebih sayang sama uang. Mau pakai apps lagi tapi sayang memory hape penuh~
Bulan sebelumnya, aku juga coba ikut talkshow keuangan. Belajar main investasi jangka panjang. Mulai cari tahu tentang main saham dari temen-temen. Semoga bisa terlaksana bulan depan! Aamiin............
Segitu dulu obrolan eh curhatanku tentang keuangan. Besok kita lanjut lagi tentang buku, website rekomendasi belajar keuangan, hingga media sosial seputar financial literacy.
Akhir kata, jangan lupa nabung!
Xoxo
Apa mungkin maksudnya, "Vin jangan boros. Inget masa depan!"
Jawabannya, ya enggaklah.
Aku mencoba mengklik tautan yang dikirimkan temanku. Terbukalah playstore yang mengarahkan untuk mengunduh aplikasi. Tak berselang lama, aku membalas pesan temanku.
"Kamu pake itu?" Tanyaku padanya.
Aku pun mengirimkan screen capture berisi gambar aplikasi serupa dengan milik temanku.
"Dulu aku pake ijo aku," balasku.
Obrolan seputar aplikasi pengatur keuangan berlanjut. Aku pernah mengunduh dan menggunakan aplikasi bernama 'Money Lover: Budget...' Bukan tanpa sebab, sebelumnya aku mengunduh aplikasi tersebut atas rekomendasi temanku. Temanku menyebut aplikasi ini membantu mengelola dan mengatur keuangan baik pemasukan hingga pengeluaran. Apakah defisit atau surplus?
Foto: unplash |
Balik lagi ke chat.
Usut punya usut, maksud dan tujuan temanku membagikan link aplikasi supaya apps miliknya bisa mendapat poin. Dengan demikian, jika ada yang mengunduh maka dia mendapat tambahan poin . Tambahan tersebut bisa membantu membuka fitur premium.
"Dasar -_-," balasku.
Beberapa bulan lalu, aku pernah membuat poling kecil-kecilan di Twitter tentang manajemen cash flow. Ya intinya, aku mengajukan pertanyaan seputar mengatur uang bulanan.
Dari situ kita tahu ada banyak macam orang mengelola uangnya. Paling sedikit sebesar 20 persen menyebutkan, "mencatat uang bulanan." Sisanya sebanyak 40 persen bilang kadang-kadang mencatat dan 40 persen sisanya memilih tidak pernah mencatat karena ribet.
Kalau aku tipe yang akan mencatat uang keluar dan masuk setiap hari dalam satu bulan. Tapi mencatat cash flow aja nggak cukup guys.
Dibilang telaten? Aku hanya menjawab, kadang! Hehehe
Seperti aku sampaikan sebelumnya, aku pernah menggunakan aplikasi 'Money Lover' di smartphone. Dasarnya anak nggak telaten, dari rajin banget input ke aplikasi tentang uang belanja hingga akhirnya kelupaan yang berujung pada unistall. Huhuhuhu. Jangan ditiru!
Pada akhirnya, aku memilih cara manual dengan mengumpulkan nota, struk, kuintansi, hingga catatan kecil uang belanja. Semua itu aku rangkum dalam buku kecil mirip 'bank plecit/rentenir'.
Alhamdulillah, beberapa bulan ini masih rajin mencatat. Duh anak manual banget sih jadinya~ Mohon maaf, aku emang anak manual yang nggak betah menatap layar smartphone lama-lama. (Ngeles).
Beda cerita dengan lawan chatku sebelumnya. Dia adalah teman kampusku yang kini bekerja di kota besar. Dia anak perantauan tapi punya rumah di kota besar (nggak tahu rumah siapa?) Dia seorang laki-laki yang telah bekerja beberapa bulan di kota besar.
Saat ku tanya, "telaten?"
Dia jawab dengan singkat, "iya."
Mari kita beri tepuk tangan yang meriah untuk temanku yang telaten ini. Ini cowok bisa telaten adalah sesuatu yang harus dibanggakan-menurutku sih. Aku pun menimpalinya dengan kata sanjungan, "mantap."
Dia berbalik bertanya kepadaku, "kenapa nggak telaten?"
Aku belum menjawab sudah ditimpali dengan chat darinya dengan nada bercanda. "Sebabnya? Udah tau kalo pengeluarannya bakal lebih gede?"
Hahahaha ini sih iya banget. Batinku.
Dalam chat Minggu pagi, dia bercerita bahwa sejak diterima kerja di kota besar, ia menggunakan aplikasi 'Money Manager'. Kurang lebih empat bulanan (kalo nggak salah ngitung atau aku yang sotoy).
Saking penasaran dan amazed dengan kebiasaan teman, aku pun kembali bertanya. "Trus selama ini cashflow-nya gimana?"
Dia menjawab singkat, "Alhamdulillah."
Jawaban singkat darinya tak memuaskan rasa penasaranku. Aku kembali bertanya, "masih bisa nabung? Berapa persen?"
*Hai temanku, mohon maaf kalau aku kepo ;).
Dia kembali menjawab, "bisa. Berhubung nggak ngekos kadang bisa 50 persen. Di Jogja gimana? 75 persen?"
Seketika aku hening sehening-heningnya........ jeng jeng jeng~ Aku kembali takjub dengan jawaban temanku.
"Kok aku jadi tertampar ya," balasku.
Aku menjelaskan maksudnya bahwa selama ini aku hanya menyisihkan sebagian penghasilanku untuk menabung. Sisanya kebutuhan sehari-hari. Kalau dihitung tidak ada angka mencapai presentase setengah dari gaji. Setdah aku nulis ini sambil sedih. Cryyyyyy....
Padahal kalau ditarik benang merah, temanku di kota besar bisa menabung karena nggak bayar kosan. Begitu pula sebaliknya, aku di sini ada rumah. Hiks..
Dia kembali bertanya sekaligus membuatku makib sedih. "Wah gimana tuh? Zaman freelance aja kadang malah utuh."
Balasanku cukup membuatku makin tersadar. "Aku kok jadi sedih siiiih. Berasa boros."
Foto: unplash |
Karena selama ini, aku hanya mencatat pengeluaran dan pemasukan. Tanpa tahu berapa persen buat hal konsumtif atau invest. Akhirnya ku jawab sekadarnya.
"Bantu ortu, beli bekal rumah tapi nabung di awal."
Sejak saat itu, aku bertekad untuk lebih sayang sama uang. Mau pakai apps lagi tapi sayang memory hape penuh~
Bulan sebelumnya, aku juga coba ikut talkshow keuangan. Belajar main investasi jangka panjang. Mulai cari tahu tentang main saham dari temen-temen. Semoga bisa terlaksana bulan depan! Aamiin............
Segitu dulu obrolan eh curhatanku tentang keuangan. Besok kita lanjut lagi tentang buku, website rekomendasi belajar keuangan, hingga media sosial seputar financial literacy.
Akhir kata, jangan lupa nabung!
Xoxo